Selasa, 21 Desember 2010

MENCIRI PBF (PEDAGANG BESAR FARMASI) YANG DIMINATI APOTEK



Istilah PBF yang merupakan kepanjangan dari Pedagang Besar Farmasi tentu sudah tak asing lagi bagi para pharmapreneur dan pebisnis apotek. Sejatinya PBF sama juga dengan distributor, hanya saja karena dia bergerak di bidang pendistribusian produk kefarmasian, maka disebutlah sebagai PBF. Peran PBF dalam kancah bisnis apotek tentu sangat vital, maka dari itu antara PBF dan apotek sama – sama membutuhkan. Fungsi PBF adalah kepanjangan tangan dari pabrik farmasi (principal) untuk mendistribusikan segala produk farmasi ke seluruh daerah yang telah diliputnya (coverage). Apotek adalah salah satu customer dari sebuah PBF. Mengingat semakin tingginya tingkat penyebaran apotek ke berbagai daerah, maka hal ini juga diikuti pula oleh tumbuh suburnya keberadaan PBF. Para PBF biasanya akan membawa beragam produk dari beragam principal. Hal ini bergantung pada kontrak antar PBF dan principal tersebut. Kontrak antara PBF dan principal akan memengaruhi beberapa hal berikut ini : ragam item, harga, diskon, kelangsungan produk (life cycle), cara pembayaran, dan lainnya. Misalnya, pada suatu periode produk obat “puyeng 16” milik principal “Bintang Toegoe” di distribusikan oleh PBF “Mantjur”, namun pada periode lain PBF “Mantjur” sudah tidak mendistribusikan obat “puyeng 16” itu lagi karena kontraknya dengan dengan principal “Bintang Toegoe” telah habis. Begitu pula terkait dengan masalah harga, bisa jadi produk tersebut ketika dibawa oleh PBF “Mantjur” sering ada program promosi, dan ketika dibawa oleh PBF lain ternyata program promosinya jarang ada. Hal itu sangat mungkin terjadi, bergantung kontrak antara PBF dengan principal.
Pharmapreneur dan pebisnis apotek tak jarang juga menemui nama suatu PBF di daerah tertentu namun tidak ditemui nama PBF tersebut di daerah lainnya. Hal ini memang wajar adanya, karena PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama).

PBF LOKAL

Keberadaan PBF lokal biasanya hanya meliput satu daerah tertentu saja. Dengan demikian, apotek yang berada di luar ring daerah tersebut tidak akan terliput oleh PBF tersebut. Alasan adanya PBF lokal ini sebenarnya dikarenakan daya jangkau PBF utama tidak mencukupi daerah tersebut untuk diliputnya. Untuk membentuk kepanjangan tangan, agar produk prinsipal tetap terdistribusi merata, maka PBF utama akan menggandeng beberapa PBF lokal tersebut. PBF lokal ini memiliki kerjasama dengan PBF utama dan biasanya tidak berhubungan kontrak langsung dengan principal. Keberadaan stock dan aneka program promo yang dijalankan biasanya akan dikontrol oleh PBF utama. Selain itu, adanya beberapa principal lokal juga sering memanfaatkan keberadaan PBF lokal ini. Hal ini tentu saja dengan pertimbangan adanaya efisiensi biaya distribusi.

PBF NASIONAL (UTAMA)

Peliputan daerah yang luas ke seluruh penjuru tanah air dan adanya perwakilan kantor cabang di tiap area menjadikan suatu PBF tersebut bersifat nasional. Biasanya principal yang bonafid akan mempercayakan produknya ke PBF semacam ini. Principal juga berharap bahwa berbagai item produknya akan terdistribusi merata ke seluruh pelosok nusantara. Dengan demikian principal tersebut akan mengukuhkan posisinya dalam memperebutkan market share yang ada. Keuntungan bagi apotek dalam berhubungan dengan PBF utama adalah adanya jaminan ketersediaan produk, dan kemudahan proses return (pengembalian) produk. Selain itu, kepastian produk tersebut adalah produk asli tentu tak perlu diragukan lagi. Hal ini karena memang supply produk PBF utama berasal dari gudang principal secara langsung. Disisi lain, principal biasanya dalam membuat program promo akan bekerjasama dengan PBF utama, sehingga bagi apotek yang loyal akan mendapatkan beragam program promo.

Lantas bagaimana menciri PBF dalam pengadaan produk kefarmasian untuk apotek, pertimbangan apa sajakah yang diperlukan ? Perilaku tiap apotek dalam hal alasan untuk memilih bertransaksi terhadap PBF tentu akan beraneka ragam, bergantung tujuan & latar belakangnya. Berbagai pengalaman empiris yang telah dialami, setidaknya ada beragam alasan untuk bertransaksi dengan suatu PBF, yaitu :

  1. Produk yang dimiliki PBF
  2. Tanggapan PBF dan pelayanannya
  3. Citra & reputasi PBF
  4. Sikap & kemampuan salesman PBF
  5. Pengiriman
  6. Pelayanan salesman
  7. Sifat & penampilan salesman
  8. Jaminan PBF atas produk yang dijual
  9. Kemudahan bertransaksi dengan PBF
  10. Diskon & bonus
  11. Informasi & lokasi PBF dengan apotek
  12. Hubungan jangka panjang yang telah terjalin
  13. Faktor harga
  14. Faktor pembayaran
  15. Komisi & entertainment
  16. Batas nilai pemesanan (credit limit)
  17. Masalah return (pengembalian) produk

Faktor – faktor tersebut diatas merupakan pertimbangan dalam mempengaruhi terjadinya hubungan bisnis antara apotek dan PBF. Semakin banyak faktor yang mampu dipenuhi PBF, tentu apotek akan menciri bahwa PBF tersebut memang layak untuk dijadikan mitra bisnisnya. Hubungan bisnis yang seimbang antara apotek dengan PBF demikianlah yang diharapkan terjadi antar keduanya.

SUMBER PENILAIAN KINERJA STAF APOTEK



Teringat kejadian tadi siang, seorang staf executive di kantor bermaksud ingin memberikan training ke beberapa personel di salah satu cabang. Permintaan training dari supervisor cabang tersebut karena ia melihat beberapa indikator kerja yang tidak memuaskan. Melalui telepon, saya bertanya ke staf executive tersebut : “ Apa tanda kok kinerjanya dikatakan menurun ? “. Staf executive tersebut mengatakan : “Mereka orang baru Pak, kerja belum bisa dihandalkan…dan bosnya bilang begitu “. Saya katakan melalui telepon : “ Jika seperti itu, training tidak akan saya approve !”. Rupanya staf executive tadi langsung kaget dengan sedikit ada rasa tidak puas. Namun pembicaraan itu saya sambung lagi : “Tidak boleh ada subyektivitas untuk mengukur hasil kinerja seseorang. Hasil kinerja bukan untuk menyenangkan bos, tapi untuk mencapai tujuan organisasi. Cari tahu faktor sukses kerjanya personel tersebut apa ? Lantas minta data ke cabang yang terkait faktor – faktor tersebut. Analisa dan berikan saya informasi yang disertakan dalam proposal training ! “.
Ilustrasi diatas mungkin akan semakna dengan kondisi di lingkungan bisnis apotek, dimana suatu saat penilaian kinerja staf hanya didasarkan atas asumsi belaka. Namun ketika ditanya lebih lanjut, misalnya : apa ukuran kinerjanya turun dan seberapa besar nilai penurunannya ? Tentu tidak semua personel mampu menjelaskan ini dengan komprehensif. Nah…disinilah masalahnya. Terkadang kita latah, membuat pernyataan suatu kinerja staf menurun tanpa ada data yang mendukung pernyataan kita. (Awas…klo ntr kena pasal pencemaran nama baik lo..xixixixi).

DATA

Organisasi bisnis apotek yang sehat dalam menilai kinerja staf apoteknya tentu tidak akan bersifat subyektif. Untuk memenuhi hal ini, tentu cara – cara tradisional / konvensional harus ditinggalkan. Si bos-lah yang paling berkuasa dalam penilaian harus dihindari. Penilaian kinerja staf apotek harus didasarkan atas informasi yang lengkap dan akurat. Kelengkapan & akurasi informasi tersebut harus mampu mengakomodasi jenis penialian kinerja staf apotek yang dibidik. Darimanakah informasi itu akan diproleh ? Data. Yes...data adalah sumber untuk mendapatkan sebuah informasi. Data dapat dimaknai sebagai sekumpulan fakta yang terkumpul sebagaimana adanya, dapat berbentuk angka, kata – kata, maupun citra (model). Jika data dapat diterjemahkan demikian, maka sebuah data sebenarnya adalah raw material (bahan mentah yang belum diolah). Agar data tersebut dapat bermakna, maka data (baik yang berwujud angka, kata – kata, citra / model) harus diolah terlebih dahulu. Data yang telah diolah menjadi sesuatu yang bermakna ini dinamakan informasi.

INFORMASI

Informasi yang baik tentu akan memberikan sebuah pemahaman atas suatu fakta yang telah terjadi. Informasi adalah data yang telah distrukturkan dengan menggunakan suatu metode tertentu, sesuai dengan kepentingannya untuk mendapatkan sebuah pembelajaran atas suatu fakta. Dengan demikian, suatu informasi yang salah bisa disebabkan karena data yang disajikan memang salah. Ketidakmengertian seseorang atas perbedaan data dan informasi inilah yang sering menyebabkan suatu penilaian bersifat subyektif.

Dalam hubungannya dengan penilaian kinerja staf apotek, kemampuan seorang manager apotek (atasan) dalam memahami data apa saja yang sebaiknya digunakan, pengetahuan dalam mengolah dan menyajikan dalam bentuk informasi akan sangat menentukan kejelasan penggambaran jalannya bisnis apotek tersebut. Apakah bisnis tersebut mengalami tanda – tanda adanya penurunan kinerja pada apoteknya ? Atau bahkan sebenarnya mengalami perbaikan kinerja ? Mungkin juga kinerja apotek sebenarnya hanya jalan ditempat saja ?
Berikut akan saya sajikan beberapa beberapa contoh data dan informasi yang dapat menggambarkan perbedaan di antara keduanya.

No
Data
Informasi
Penilaian Kinerja
1.
Penjualan
Penjualan per bulan
Peningkatan / penurunan sales
2.
Absensi
Alpa per total hari kerja
Disiplin / tidak teratur
3.
Resep
Jumlah resep per dr.
Nilai produktivitas resep

Dari tabel diatas, dapat dipahami bahwa adanya informasi mampu merepresentasikan sebuah penilaian kinerja staf atas bisnis apotek yang dijalankan. Setelah adanya penilaian kinerja ini, tentu manajer apotek / pharmapreneur / pebisnis apotek akan lebih mudah melakukan evaluasi atas realitas bisnis apotek yang telah berjalan. Tentunya untuk melakukan sebuah perbaikan di tempo yang akan datang.

Selasa, 14 Desember 2010

IMPLANTASI HUKUM PARETO PADA PENGADAAN APOTEK


Para pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian, tentu sudah tidak asing bahwa saat ini banyak bisnis apotek yang mengusung brand dengan tagline : ”komplit”. Bahkan tagline inilah yang seakan – akan menjadi mantra ampuh pemikat para pasien untuk berbelanja kebutuhan kesehatan & obat ke sana. Sebenarnya kondisi yang lebih tepat untuk apotek tersebut bukan komplit, namun ia cerdas dalam manajemen pengadaan. Coba deh periksa…apakah benar – benar komplit ? Silahkan dibuktikan !. Jika ternyata tidak komplit 100 %, kenapa berani pasang tagline “komplit” ? Yah...namanya aja mantra, harus punya daya pikat dong...
Ngomongin soal komplitnya produk di sebuah bisnis apotek, tentu tak akan lepas dengan kegiatan pengadaan (purchase order). Pengadaan apotek merupakan sebuah pesanan pembelian yang disertai dengan dokumen resmi oleh pembeli (apotek) kepada penjual (sales person), yang menunjukkan jenis, jumlah, dan kesepakatan harga produk serta jasa penjualan yang diberikan oleh penjual (sales person) kepada pembeli. Pengadaan akan dikatakan sempurna bila barang yang telah dipesan telah diterima pembeli secara sah. Meilhat difinisi tersebut, ternyata pengadaan bukan sekadar hanya masalah pembelian semata. Ada beberapa kata kunci yang patut dicatat, antara lain : dokumen resmi berupa SP (Surat Pesanan), sales person, jenis, jumlah, harga, jasa, sampai penerimaan barang. Nah...kata – kata kunci itulah yang menjadi pedoman dan harus diperhatikan dalam sebuah pengadaan apotek. Di berbagai kasus, tak jarang bagian pembelian apotek hanya berkonsentrasi pada harga saja, dimana didalamnya termaktub jumlah diskon, TOP (Term Of Payment) dan tingkat mahal-murahnya suatu produk. Jika ini yang terjadi, maka bagian pembelian tersebut harus segera bertobat, dan sarankan untuk mampir ke warung BISNIS APOTEK (he..he..). Spesifikasi kecepatan penghantaran perlu juga diperhatikan. Jasa layanan atas proses pengiriman, sistem return dan komplain atas pesanan juga layak untuk dipertimbangkan.
Disamping kondisi di atas, masih ada problem lain yakni bagaimana mengendalikan banyaknya item (Stok Keep in Unit / SKU) yang ada di Apotek ?. Bukankah kesalahan pengadaan akan mengakibatkan kondisi yang fatal, salah satunya adalah tidak efektifnya modal kerja apotek (working capital inefisiency) ?. Ibarat sebuah organ tubuh, pengadaan merupakan darahnya. Ada sebuah pesan yang baik terkait dengan pengadaan ” all mistake on forecasting end up as an inventory problem, whatever too much or too little  “. Solusi untuk mengatasi pengadaan dengan item produk apotek yang banyak, salah satunya adalah dengan penggunaan kaidah hukum pareto.

HUKUM PARETO

Pharmaprenuer & pebisnis apotek dituntut untuk menjaga liquiditas kas (cash flow) dengan baik. Disisi lain, produk yang ada di apotek juga harus tersedia sedemikian rupa sehingga forecasting akurat & tidak terjadi OOS (Out Of Stock). Pada artikel sebelumnya, dengan judul : “How Much Stock ?” telah saya tekankan bahwa salah satu trik agar forecasting akurat, maka para pharmapreneur dan pebisnis apotek harus berperan sebagai demand-driven daripada forecast-driven. Udah lupa ? Atau belum baca ? Boleh koq artikel itu diintip lagi. Dari pada nanti malah bingung lo…yakin deh, tengok dulu lah ;)
Hukum pareto buah karya Vilfredo Pareto ini awalnya digunakan pada bidang sosio-ekonomi, yang saat itu menyatakan bahwa sebagian besar kekayaan populasi orang Italia hanya dikuasai oleh sekelompok kecil dari populasi tersebut. Namun karena sedemikian dinamisnya hukum ini, maka saat di implantasi untuk keperluan pengadaan apotek ternyata juga masih cocok. Dengan demikian, hukum pareto dapat dimaknai sebagai kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar. Pertanyaan selanjutnya : bagaimana bentuk implantasi hukum pareto pada pengadaan apotek agar cash flow berjalan dengan baik dan ketersediaan produk juga terhindar dari OOS ? Untuk menjawab ini, mari berselancar terlebih dulu untuk memahami suatu analisis yang dikenal dengan analisis ABC.

ANALISIS ABC

Untuk menemukan kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar pada hukum pareto, maka perlu dilakukan analisis ABC. Makna analisis ABC yaitu metode pengelompokan data, berdasar peringkat nilai tertinggi hingga terendah, yang terbagi atas 3 kelompok : A, B dan C.

Kelompok Produk
SKU / Item
Nilai Penjualan

A
10 - 20 %
60 - 70 %


B
20%
20%



C
60 - 70 %
10 - 20 %



properties by : roviq adi prabowo


Berdasar formula diatas, telah terlihat bahwa kelompok produk A dengan total SKU /  item yang hanya berkisar antara 10 – 20 % telah berhasil membukukan nilai penjualan terbesar pada kisaran 60 – 70 % dari total penjualan keseluruhan. Sebaliknya, kelompok produk C dengan total SKU / item yang meruah, sekitar 60 – 70 % dari total produk yang ada di apotek hanya berhasil berkontribusi dengan nilai penjualan terkecil, sekitar 10 – 20 %.
Setelah berhasil mengimplantasi hukum pareto dengan bantuan analisis ABC seperti tersaji diatas, maka tindakan yang dilakukan adalah fokus terhadap kelompok produk A yang besarnya 10 – 20 % tersebut. Sedangkan untuk kelompok produk C, hanya diperlukan sebuah control secukupnya saja. Ketidakmampuan para pharmapreneur dan pebisnis apotek untuk mengendalikan kelompok produk A pada hukum pareto ini akan berdampak hilangnya potensi nilai penjualan yang signifikan. Sedangkan manfaat yang bisa diraih jika berhasil memenuhi pengadaan sesuai kondisi hukum pareto, antara lain :

  1. Tidak terjebak pada kondisi bisnis apotek yang tidak teratur
  2. Memiliki gambaran data untuk mengambil ketepatan perlakuan bisnis apotek
  3. Merinci beberapa kelompok produk yang memiliki nilai strategis bagi bisnis apotek
  4. Aliran kas terkendali dengan arus yang baik

Sabtu, 11 Desember 2010

CERDAS MENGHITUNG TARIF KONSULTASI DI APOTEK



Sungguh saya sangat terperangah membaca sebuah publikasi dari J.D Power & Associates 2010 U.S National Pharmacy Study, dengan tajuk : As Consumers Shoulder More Healthcare Expenses, Cost Increasingly Drives Overall Customer Satisfaction with Pharmacies”. Dalam publikasi hasil penelitian yang melibatkan jaringan apotek, supermarket dan merchandiser massal itu tertuang bahwa ternyata performa baik yang dimiliki sebuah gerai apotek (layanan farmasi) belum tentu identik dengan harga yang rendah. Performa terbaik sebuah gerai apotek tersebut dihasilkan atas fokus layanan yang memiliki kepuasan tertinggi terhadap pasien & pelanggannya. Layanan pelanggan dengan performa tinggi tersebut ternyata masih mengalahkan harga, bahkan dalam lingkungan di mana biaya semakin penting untuk dipertimbangkan. Artinya, harga sebenarnya bukan faktor kunci untuk sebuah pelayanan, tetapi harga akan menjadi faktor kompetitif yang layak dipertimbangkan pada sektor produk. Ada 6 parameter yang dinilai untuk melihat performa sebuah gerai apotek dikatakan The Best atau The Rest, yakni : pengalaman menyeluruh pasien / pelanggan, gerai apotek, staf apotek, apoteker, biaya, pemesanan / pelayanan resep & produk. Seolah – olah hasil penelitian yang dipublikasikan di California 21 September 2010 ini membuat para pharmapreneur maupun pebisnis apotek harus segera sadar bahwa sesungguhnya kunci “peperangan” bisnis apotek bukan pada produk, melainkan layanan. J.D Power & Associates merupakan salah satu perusahaan global yang menyediakan jasa informasi marketing dengan 280 kantor yang tersebar di 40 negara.
Publikasinya itu loh…menurut saya sangat inspiratif banget ! Jika demikian, maka seharusnya layanan farmasi di apotek bisa menjadi profit centre baru kan ?, selain penjualan obat dan aneka alat kefarmasian lainnya. Salah satu layanan farmasi itu, yang paling sederhana mungkin konsultasi. Pharmapreneur dan pebisnis apotek sekalian, tentu ide saya itu akan memunculkan sebuah pertanyaan : ”lantas bagaimana cara menghitung tarif konsultasi di apotek jika hal ini akan dijadikan sebuah profit centre ?”.
Jika membicarakan sebuah tarif, terutama untuk jasa konsultasi tentu akan sedikit mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak berwujud dan tidak terkuantifikasi. Namun demikian, untuk mempermudah ide saya ini, akan digunakan 2 prinsip yang sangat sederhana dalam penentuan sebuah tarif konsultasi di apotek ini, yakni : berdasar biaya dan persepi.

BERDASAR BIAYA
Cara menghitung tarif konsultasi di apotek yang menggunakan cara ini didasarkan atas penghitungan biaya yang telah dikeluarkan dan akan dikeluarkan dalam membuat profit centre layanan konsultasi. Setelah itu, ditentukan target pelanggan / pasien yang dicanangkan akan memakai jasa konsultasi di apotek. Dan terakhir, dibuat estimasi minimal waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian  biaya yang dikeluarkan tersebut.

Sebagai contoh :
Biaya yang dikeluarkan untuk membuat area konsultasi dengan kondisi sangat bersahabat penuh kenyamanan adalah Rp 10 juta. Untuk mendukung layanan ini, diperlukan akses telepon dengan biaya pulsa Rp 100 ribu/bulan. Target pelanggan / pasien yang dibidik untuk konsultasi adalah 5 orang/hari, dimana layanan konsultasi akan dibuka selama 25 hari penuh/bulan. Dalam jangka waktu 2 tahun diharapkan layanan konsultasi ini sudah bisa menjadi profit centre baru bagi apotek. Berapa biaya tarif konsultasi di apotek tersebut agar layanan itu menjadi sebuah profit centre ?

Besarnya tarif konsultasi di apotek dapat dihitung sebagai berikut :

*Biaya pembuatan layanan konsultasi di apotek        : Rp 10 juta + (Rp 100 ribu x 24 bln)
Total biaya                                                             : Rp 12,4 juta.
*Total target pasien / pelanggan selama 1 tahun         : 5 org x 25 hari x 24 bln
Total pasien                                                            : 3.000 pasien / pelanggan
*Besar tarif konsultasi di apotek                                : Rp 12,4 juta / 3.000 pasien
Nilai tarif konsultasi                                                 : Rp 4.134,- /pasien.

Nah…berdasar hitungan di atas, pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian dapat menetapkan tarif konsultasi minimal bagi pasien di apotek. Penentuan tarif konsultasi apotek diatas berdasar biaya yang dikeluarkan.


BERDASAR PERSEPSI
Bila letak apotek berada di tempat strategis, misal di seputar perumahan elit, maka jangan sampai membuat nilai tarif konsultasi apotek tersebut terkesan murahan. Untuk mewujudkan persepsi ini, pasien harus mendapatkan pengalaman terbaik dari layanan konsultasi apotek. Selain itu, para staf apotek dituntut aktif untuk menciptakan personal brand yang kuat dan berorientasi pada konsultasi apotek tersebut. Dari konsistensi langkah ini, muara akhirnya adalah sebuah kepercayaan pasien / pelanggan kepada apotek. Untuk itu harus ada komitmen, bahwa penguasaan product knowledge harus baik dan personel apotek harus mudah ditemui oleh pasien / pelanggan. Bukalah komunikasi pada pasien yang telah rela memanfaatkan layanan ini, bahkan pasca konsultasi harus tetap terjalin komunikasi intens. Dari langkah ini, buatlah sebuah skala kepuasan pasien / pelanggan dan konversi terhadap tarif konsultasi profesi medis yang lain (misal : dokter).

Sejatinya, kepuasan pasien tak mampu kita nilai dengan nominal uang. Bahkan dalam lingkungan di mana biaya semakin penting untuk dipertimbangkan. Begitulah J.D Power & Associates menuliskan dalam salah satu publikasinya. Jadi, tertantang untuk memulai layanan konsultasi di apotek berbasis profit centre ?

Kamis, 09 Desember 2010

MEMBERIKAN EMPATI KE PASIEN APOTEK



Apa yang anda rasakan saat akan ceck in di hotel ? Muncul sebuah situasi yang begitu menyenangkan, nyaman dan semua terasa begitu mempesona. Semenjak masuk ke parking area, petugas security yang dahulu dikonotasikan harus tampil garang, sekarang dituntut untuk mengobral senyuman. Belum sempat turun dari mobil, sudah disambut lagi dengan senyuman, ucapan selamat datang, penawaran bantuan oleh security di lobby hotel. Berjalan menuju lobby-pun, ada seorang door-man yang siap menyambut di pintu kedatangan. Belum juga sempat mengobrol dengan recepsionist, ada yang menawarkan welcome drink, sambil mempersilahkan duduk di area tertentu jika kondisi sedang banyak antrian (bahkan ada pelayanan yang sangat memoriable, sebuah hotel pelayannya menyembah seperti adegan prajurit kerajaan saat akan bertemu seorang raja. Hanya untuk memberikan kunci hotel & kupon breakfast, bener – bener dahsyat…!). Disana juga sudah disediakan majalah, koran, televisi, bahkan tak jarang pula live music dengan penyanyi yang sedap dipandang plus suara merdu sengaja disuguhkan untuk menemani suasana santai para tamu (dijamin tambah wow !). Setelah ceck in dan akan menuju ke kamar, sudah ada orang yang bersedia mengantar sebagai penunjuk jalan menuju kamar yang telah dipesan. Tentu masih dengan senyum, ramah dan komunikatif untuk mencairkan suasana. Tanpa disadari, alam bawah sadar pun merasa tersentuh, dan titik akhirnya uang tips rela dikeluarkan dengan tulus ikhlas sebagai dampak penyambutan yang mengagumkan tersebut. Itulah sejatinya sebuah empati, suatu peristiwa yang memberikan kesan istimewa, merasuk alam bawah sadar untuk turut merasakan atas suatu perlakuan sehingga timbul respon timbal balik. Bagaimana jika empati semacam hotel tersebut dibawa ke ranah pelayanan pasien di bisnis apotek ?

Memberikan simpati pada pasien bukan sekadar diawali dengan senyum, bukan sekadar bersikap ramah, juga bukan sekadar saat pasien datang berkunjung ke apotek saja. Memang benar bahwa senyum, sikap ramah dan sopan saat ada pasien yang berkunjung ke apotek merupakan awal yang baik untuk membentuk sebuah simpati. Namun, jika hanya berhenti disitu saja, hal itu belumlah seberapa. Simpati hanyalah sebuah awal menuju empati. Agar mampu memberikan empati pada pasien / pelanggan apotek, maka perlakuan yang disajikan harus dilakukan dengan detail, langkah per langkahnya. Empati harus mampu memberikan solusi secara total bagi pasien / pelanggan apotek. Bila ada pasien / pelanggan apotek yang datang, maka tugas staf apotek untuk memberikan solusi secara menyeluruh. Bukan hanya sekadar memilihkan obat belaka, namun juga memperhatikan kenyamanannya saat membeli obat, penyesuaian harganya, bahkan kondisi setelah borobat juga penting menjadi perhatian. Staf apotek harus mampu memposisikan diri layaknya pasien / pelanggan yang ingin dilayani, diberi simpati dan empati sebagai pasien di apotek. Langkah – langkah kecil seperti anggukan, melihat letak sakit, memegang, dan menanyakan kondisi penyakit merupakan nilai plus dalam memulai sebuah empati. Langkah – langkah seperti ini akan secara tidak langsung mendorong personal brand staf apotek di mata pasien / pelanggan. Melalui langkah tersebut, pasien / pelanggan apotek akan merasakan feel good terhadap staf apotek, bukan terhadap obatnya. Karena ternyata pasien akhirnya tidak sadar, bahwa ia membeli sebuah rasa, bukan hanya obat belaka. Rasa nyaman, rasa percaya diri, rasa ingin sembuh dan rasa kebersamaan walau ia didera sakit. Sekian rasa itulah yang sebenarnya dibeli pasien. Jika ini bisa diwujudkan, maka staf apotek telah berhasil dalam convert feel good ke feel great. Bagaimana merubah hal yang sederhana, feel good menjadi feel great agar memberikan empati yang spektakuler bagi pasien ? Empat langkah sederhana berikut ini layak untuk diperhatikan :

1.      Selalu berpenampilan fresh
Perhatikan secara seksama, terkadang tidak jarang staf apotek yang hanya berpenampilan ala kadarnya. Rambut kurang tersisir rapi, baju lumayan kumal, bercak keringat dan muka tidak semangat. Secapek apapun, usahakan penampilan fresh. Bila capek & kurang semangat, segera cuci muka, menyisir rambut dan sedikit parfum tentu akan menutup kekurangan di mata pasien. Pelanggan akan menilai dari kesan pertama. Tiga menit awal adalah waktu yang riskan untuk penilaian penampilan bagi staf apotek.

2.      Mengetahui selera pasien / pelanggan
Dengan mengetahui selera pasien, diharapkan mampu membuka sebuah komunikasi yang akrab. Jika dihadapkan pada pasien anak – anak, langkah yang mudah adalah melalui alat berupa mainan atau komik bergambar untuk memulai komunikasi dengan anak tersebut. Penting untuk membuat kondisi anak merasa nyaman sebelum staf apotek bertanya atau membuat perlakuan pada anak tersebut. Ini hanyalah contoh sederhananya saja, bisa dikembangkan ke mekanisme yang lain.

3.      Seni berkomunikasi yang memikat
Harus dilatih cara berkomunikasi & pemilihan kalimat yang tepat, diucapkan pada kondisi yang tepat pula, saat berbincang – bincang dengan pasien. Pada prinsipnya, buatlah kondisi pasien tidak tersinggung dan perbincangan tersebut berjalan nyaman. Misal : pasien yang datang memiliki masalah jerawat. Bahasa dalam perbincangan untuk menghilangkan konotasi jerawat itu bisa diperhalus menjadi : ”Wajah Ibu memiliki bentuk oval yang sempurna. Dan memang hanya perlu kesabaran yang sedikit saja agar bintik kecil ini tidak mengganggu penampilan Ibu. Cukup oleskan 2 kali sehari siang dan sore setelah mandi pada kondisi kering, tentu wajah Ibu akan kembali sempurna sesuai penampilan yang Ibu dambakan. Rutin selama 2 minggu, dan nanti akan kita lihat hasilnya bersama - sama”. Ingatlah bahwa setiap orang pada dasarnya suka disanjung. Dengan merubah konotasi jerawat menjadi bintik kecil, tentu akan membuat nyaman pasien / pelanggan apotek.

4.      Bukti kualitas pengobatan
Walau staf apotek sudah berpenampilan fresh, mampu mengidentifikasi selera pasien / pelanggan, dan memiliki seni berkomunikasi yang handal, namun bila hasil kondisi pasien / pelanggan apotek juga tak kunjung sembuh, tentu akan mubazir saja. Poin 1 – 3 akan tiada berguna, jika poin 4 ini tidak bisa dipenuhi. Bila tidak juga sembuh, minimal ada peningkatan kualitas hidup akibat sentuhan yang dilakukan oleh staf apotek, karena memang tidak semua penyakit bisa disembuhkan. Untuk ini, penting bagi staf apotek untuk senantiasa mengoptimalkan kompetensi medis & kefarmasiannya. Seminar, training, membaca, dan sering – sering berkunjung ke warung bisnisapotek.blogspot.com/ adalah sekian banyak solusinya J.

Minggu, 05 Desember 2010

DESAIN STRUKTUR ORGANISASI APOTEK


Timnas sepakbola Indonesia saat ini sedang gencar menebar aroma sihir bagi rakyat di negeri ini. Ditengah carut – marutnya Indonesia, sang negara ”adidaya” yang saat ini sedang sakit, pada lini olahraga sepakbola telah membuktikan diri, bahwa mereka layak disebut tim garuda sejati. Jauh lebih sehat diantara sekian organ tubuh sakit yang menghinggapi Indonesia. Bayangkan...Malaysia diganyang 5 – 1, Laos juga dicukur gundul 6 – 0. Sungguh performa yang luar biasa ! Sederetan bintang mulai bermunculan dari sini, sebut saja : Okto, Firman Utina, Gonzales, dan yang saat ini jadi ”David Beckham”-nya Indonesia, Irfan Bachdim (yg ini nih, cewek pada demen !).  Mereka begitu menawan menjalani peran dalam struktural posisi di organisasi lapangan hijau. Semua pada posisi masing – masing sesuai desain strukturalnya. Hasilnya, Malaysia & Laos menjadi tumbal bagi bangkitnya garuda dari stadion gelora Bung Karno beberapa hari terakhir ini (walau di atas kertas Laos unggul, tapi kan sepakbola diatas rumput..so prediksi diatas kertas lewat bung..!!!).
Desain struktur organisasi sepakbola di lapangan hijau merupakan inspirasi yang tepat untuk membentuk sebuah struktur organisasi. Tiap posisi memiliki peran yang sangat vital, ketiadaannya merupakan suatu rantai yang terputus sehingga peran organisasi tidak akan kokoh lagi. Adanya struktur kiper, bertugas menjaga gawang agar tidak kebobolan. Bek berperan untuk mempertahankan gawang dari serangan lawan, gelandang bertugas menjadi penyeimbang, dimana saat sebuah tim mengawali serangan, seorang gelandang menyambung bola dari bek untuk diarahkan ke penyerang, sedangkan waktu diserang seorang gelandang adalah orang pertama yang harus merebut bola dari kaki lawan sebelum bek. Dan tidak kalah penting adalah tugas penyerang yang bertugas untuk mencetak gol. Bagaimana dengan struktur organisasi apotek ?
Bagi organisasi apotek yang melandaskan organisasinya pada sebuah aktivitas (job roles), maka sebelum struktur organisasi apotek dibentuk, harus dilakukan identifikasi. Beberapa hal yang harus diperjelas adalah : siapa melakukan apa, misi masing-masing orang, tanggung jawab, ukuran keberhasilan dan wewenang yang mereka miliki, harus terdeskripsi secara jelas, dengan tujuan untuk menghindari saling lempar tanggung jawab. Hasil tersebut kemudian diolah dan dijadikan sebuah dokumen yang mengandung informasi menyeluruh dan relevan tentang sebuah jabatan di dalam struktur organisasi apotek yang merupakan hasil dari proses analisa jabatan. Di dalamnya termaktub juga penekanan bahwa misi suatu jabatan berbeda dengan jabatan lain.

JOB REQUIREMENT

Pengertian job requirement adalah penjelasan terkait persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemangku jabatan dalam struktur organisasi apotek agar dapat menjalankan pekerjaannya sesuai target. Beberapa hal yang dibicarakan dalam Job Requirement adalah:
- Persyaratan mutlak jabatan
- Pendidikan
- Pengalaman kerja
- Kompetensi minimum yang dipersyaratkan kepada pemangku jabatan untuk dapat memenuhi tanggung jawab dan melakukan pekerjaan dengan baik.
Komponen ini hanya untuk melihat kesesuaian antara pekerjaan dengan orang yang akan menjalankannya, belum menggambarkan kemampuan orang tersebut dalam melakukan pekerjaan.

JOB DESCRIPTION

Makna job description yaitu sebuah pemaparan tentang apa, mengapa dan bagaimana suatu jabatan atau pekerjaan struktur organisasi apotek tersebut seharusnya dilakukan. Jika dicermati, job description ini hanya menjelaskan proses kerja yang seharusnya dikerjakan oleh sebuah pemangku jabatan. Disini tidak terlihat adanya pihak yang dilayani atau pihak yang seharusnya dipuaskan dari deskripsi kerja yang dilakukan. Demikian pula output (hasil kerja) & input, belum tergambar dalam komponen ini.

JOB ROLES

Job roles memiliki arti sebuah penjelasan mengenai tujuan jabatan dalam struktur organisasi apotek tersebut diciptakan, apa yang menjadi konstribusi spesifik sebuah jabatan, bagaimana dampaknya jika jabatan tersebut ditiadakan dan mengapa jabatan tersebut dibutuhkan. Ilustrasi jabatan struktur apotek mencakup narasi lengkap yang mengambarkan posisi di dalam organisasi, ruang lingkup pekerjaan, tanggung jawab, aktivitas, keterhubungan aktivitas bisnis apotek, tantangan dan informasi lain yang terkait dengan jabatan dalam struktur organisasi apotek tersebut.

KEY PERFORMANCE INDICATOR

Secara sederhana key performance indicator dapat dimaknai sebagai ukuran keberhasilan pemangku jabatan dalam struktur organisasi apotek dalam memenuhi setiap tanggung jawab utamanya. Dimensi jabatan yang diukur dalam key performanced indicator ini adalah hal-hal yang memberikan dampak dalam pemenuhan tanggung jawab, yang terkait dengan hubungan kerja dan lingkungan kerjanya. Begitu tanggung jawab utama dan ukuran keberhasilan sudah teridentifikasi, maka tahapan selanjutnya adalah menetapkan sebuah target hasil kinerja yang ingin dicapai, kemudian setiap orang diukur kinerjanya berdasarkan pencapaian mereka terhadap target itu.

Dengan tanggung jawab yang terdeskripsi dengan baik, dan dilengkapi dengan ukuran keberhasilan yang jelas serta terukur dari setiap pemangku jabatan, baik level paling bawah hingga level atas, niscaya saling lempar tanggung jawab di lingkungan struktur organisasi apotek tidak akan terjadi dan setiap orang jelas ukuran berhasil atau tidaknya dalam melakukan sebuah pekerjaan.

Sesuatu yang tidak terukur, tidak bisa dianalisa. Sesuatu yang tidak bisa dianalisa, tidak bisa dievaluasi. Sesuatu yang tidak bisa dievaluasi, tidak bisa diperbaiki

Rabu, 01 Desember 2010

Analisis TOWS, bukan SWOT ! Untuk Bisnis Apotek


 
Para pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian…melihat tema diatas, adakah yang komentar semakna dengan ini : “Ah..apa bedanya TOWS ama SWOT ? Cuma dibolak – balik aja kan ! Dasar ga’ punya kerjaan aja”. Iya benar, secara penulisan memang demikian. Tapi ada suatu rahasia dibalik itu semua (sststst..jangan keras – keras, ada rahasia ! Hanya kamu & aku aja..). Sebelum melangkah jauh, saya akan ajak pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian untuk mengingat lagi tentang analisis SWOT (sebelum nanti berubah jadi TOWS).
Kata SWOT  merupakan kependekan dari Strenght (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman). Analisis SWOT bisnis apotek merupakan metode analisis yang efektif untuk mengidentifikasi faktor – faktor internal dan eksternal, serta membuat kombinasi sebuah rancangan strategi dalam rangka memenangkan pertarungan bisnis apotek tersebut. Penggunaan analisis SWOT tidak akan pernah lepas dari faktor internal yang akan senantiasa bertemu dengan faktor eksternal bisnis tersebut. Strenght & weakness cenderung berperan sebagai faktor internal, sedangkan opportunity & threat cenderung merupakan faktor eksternalnya. Secara logika, bisnis apotek dikatakan kokoh bila pada kondisi strenght yang maksimal dengan opportunity yang maksimal pula. Pada posisi demikian, apabila weakness pada kondisi yang minimal & disertai threat yang minimal, maka keberhasilan bisnis apotek niscaya akan mudah diraih. Untuk lebih mempermudah pharmapreneur & pebisnis apotek dalam memahami hal ini, mapping berikut semoga bisa mambantu :


Berdasar mapping diatas, silahkan dibayangkan...apa jadinya bila sebuah bisnis apotek memiliki strenght yang minimal dengan opportunity maksimal ?...serta dihadapkan pada kondisi weakness yang maksimal serta adanya threat yang maksimal pula ? (tiarap aja deh...!!!).

Analisis TOWS, bukan SWOT !

“Apa bedanya sih ?”. Penasaran kan ? Lets ceck it out…Perbedaan analisis TOWS dengan analisis SWOT merupakan perbedaan sebuah cara pandang (Ngemeng – ngemeng, di Bukan Empat Mata, itu sering disebut Mind Set ! hehe..). Pada bisnis apotek, analisis SWOT yang dilakukan biasanya berlandaskan kondisi yang terjadi ”saat ini” atau bahkan ”masa lalu”. Perlu dibuktiin nih ?...boleh di tes, sediakan masing – masing waktu 1 menit. Satu menit pertama untuk menuliskan sebanyak mungkin tentang strenght yang anda miliki, dan satu menit berikutnya untuk menuliskan sebanyak mungkin weakness-nya. Lihat dan bandingkan, hampir dipastikan jumlah strenght yang tertulis akan lebih banyak dibandingkan dengan weakness-nya. Strenght yang telah disebutkan tadi begitu banyak tertulis karena menggunakan cara pandang ”saat ini” atau bahkan ”masa lampau” yang telah dilalui (ingin mengenang kejayaan masa lalu yach..hehe). Sedangkan weakness tertulis lebih sedikit karena bias pada pandangan ke belakang, yang cenderung memaafkan atas kelemahan – kelemahan yang ada, bahkan sampai terlupakan. Nah..disinilah titik masalahnya, analisis SWOT yang dimulai dengan strenght & weakness yang cenderung menggunakan titik tolak ”saat ini” atau ”masa lalu”, sungguh tidak relevan untuk menyambut ”masa depan”.
Sekarang rasakan bedanya dengan analisis TOWS. Analisis ini dimulai dari sebuah threat (ancaman) & opportunity (peluang) yang secara tidak langsung akan memaksa untuk mulai berorientasi pada ”masa depan”. Terlebih lagi bila secara nyata threat itu sangat mengancam, pasti deh akan mencari peluang – peluang untuk masa depan. Tentu analisis TOWS ini lebih obyektif untuk menyusun strategi – strategi bisnis apotek menuju sengitnya sebuah kompetisi. Berikut tersaji contoh mapping analisis TOWS untuk sebuah bisnis apotek.

TOWS Analysis
STRENGH
WEAKNESS
apotek = 4 apoteker
apoteker = lulusan baru
modal kerja kuat
sistem administrasi manual
letak strategis (mudah diakses)
tempat parkir terbatas
harga terjangkau
item belum banyak
tempat nyaman
kursi ruang tunggu terbatas
OPPORTUNITY
S*O - Strategy
W*O - Strategy
Apotek kompetitor blm "Convert Service into Care"
Lakukan Care, bukan sekadar Service !
Perbanyak jam praktek apoteker
Harga di atas psikologis pasar
Bikin "sensational over" : harga.
Perkuat ketertiban catatan data manual
Apotek kompetitor kurang strategis
Papan nama diperbesar
Fokus item pareto "A" & "B"
Ada praktek dokter baru
Kerjasama dg dokter baru
Kecepatan pelayanan
THREAT
S*T - Strategy
W*T - Strategy
Sudah ada 2 apotek lama
Brand lebih Care dibanding kompetitor
Tanda tata cara parkir
Salah 1 apotek kompetitor ada praktek dokter
Penguatan market share : health care
Aktif ikut training / seminar bisnis apotek
Salah 1 apotek yang lainnya telah menjalin kerjasama dengan RS
Bikin kerjasama apotek rekanan
*properties : roviq adi prabowo.

Mapping diatas menyimpulkan sebuah strategi yang didasarkan atas adanya threat & weakness yang harus diatasi dengan strenght & opportunity. Secara garis besar akan terangkum seperti berikut :

  1. Strenght harus dimaksimalkan bila menangkap adanya opportunity
  2. Strenght yang kuat digunakan untuk mencegah adanya threat
  3. Atasi weakness dengan adanya opportunity
  4. Minimalkan weakness dan cegah threat

Minggu, 28 November 2010

MENYELARASKAN STRATEGI DAN EKSEKUSI BISNIS APOTEK BARU


Bagi dunia bisnis, kesuksesan akan selalu diukur dari dua hal : strategi dan eksekusi. Strategi merupakan penjabaran dari visi dan misi, sebuah alasan kuat yang dirancang kenapa sebuah bisnis tersebut layak ada dan harus eksis. Sedangkan eksekusi merupakan sebuah tindakan, yang dilandasakan pada strategi. Ada seorang teman yang punya kelakar seperti ini : ” eksekusi tanpa strategi = anarki, strategi tanpa eksekusi = onani ”. Memang ekstrim yah...tapi memang benar adanya, jika strategi hanyalah strategi yang tanpa eksekusi, niscaya itu hanya imajinasi belaka, tak lebih dari sekadar onani. Sebaliknya pula, bila eksekusi dilakukan tanpa sebuah strategi, tidak ada tujuan yang jelas, itu merupakan tindakan yang ngawur, layaknya sebuah anarki (seek & destroy lah...).
Bagi pharmapreneur maupun pebisnis apotek yang baru saja membuka gerai apotek, sebelum gerainya dibuka sepertinya penting untuk menyelaraskan antara strategi dan eksekusi nantinya, apalagi yang belum punya keduanya, harus segera dibikin coy...!. Bisnis apotek yang tersendat – sendat kesuksesannya, biasanya terjadi kepincangan antara strategi dan eksekusinya. Strategi sudah tersusun bagus, namun eksekusi tidak optimal tentu output yang dihasilkanpun juga kurang sempurna. Sebaliknya, eksekusi yang baik, namun tanpa ada strategi yang mumpuni, juga akan menghasilkan output yang kurang bagus. Yang biasa terjadi sih..., strateginya bagus tapi eksekusinya yang jelek. Untuk itu, penting bagi pharmapreneur dan pebisnis apotek untuk duduk bersama dengan staf apotek dalam rangka menyelaraskan strategi dan eksekusi tersebut.

STRATEGIC BUILD UP

Dalam membangun sebuah strategi, prinsip ini saya kira layak untuk dianut : ”Think globally, Act locally”. Strategi dibangun untuk menatap sebuah tujuan jangka panjang, dan bersifat komprehensif. Rasanya hambar kalau tidak ada contohnya ! Baik, YAMAHA salah satu contoh yang layak kita angkat. Dahulu kala, pangsa pasar motor bebek khusus untuk perempuan belum ada. Nah..YAMAHA ingin menciptakan hal ini. Ia melakukan berbagai riset yang tujuannya untuk memetakan keinginan kaum hawa tentang model motor yang menyenangkan bagi mereka. Simsalabim abra kadabra...lahirlah MIO dari rahim YAMAHA, yang ia klaim sebagai motornya kaum hawa. Hal ini sama dengan para pharmapreneur ataupun para pebisnis apotek yang sedang mulai membuka bisnis apoteknya, mulailah membuat sebuah strategi. Biar lebih gamblang bagaimana mendesain strategi ini, dua langkah berikut saya kira cukup sebagai starter-nya : targetting, segmentation..

  1. Target
Harus ditentukan terlebih dahulu target market yang akan dituju. Jika YAMAHA mendesain target berdasar gender kaum hawa untuk melahirkan MIO, maka untuk sebuah apotek baru, saya lebih suka dalam mengidentifikasi target market ini menggunakan rasio jarak apotek versus jangkauan terjauh yang dapat ditempuh pelanggan ke apotek tersebut. Inipun hanya cocok  untuk apotek yang letaknya masih di area rural dan sub-urban. Untuk area urban dan metro, saya yakin akan beda lagi.

  1. Segmen
Setelah target yang dituju lebih jelas, maka pergerakan selanjutnya adalah memecah target yang dituju tersebut (segmented). Banyak sekali metode segmentation yang bisa dilakukan dalam sebuah target, namun untuk sederhananya saya akan menggunakan salah satu saja, yakni psikografik. Let’s say...taruhlah target apotek adalah area rural dan ada tendensi ke area sub-urban. Pada area yang demikian, biasanya corak masyarakatnya sebagai petani dan buruh. Maka secara psikologis area semacam itu akan bersandar pada gaya hidup securitas (keamanan) dan semi sosial, orientasinya pada kecukupan sandang, pangan, papan serta ingin diterima dalam kelompok, ditandai dengan adanya tren - tren lokal. Selanjutnya, lihatlah pasar bisnis apotek secara kreatif ! Untuk lebih mudahnya, pakai saja prinsip ”Kualitas si HaNi” (Kualitas sinergi : Harga & Nilai). Ini merupakan trik sangat sederhana, hanya perlu mengamati tendensi pelanggan dalam bertransaksi di sebuah bisnis apotek.

Jika pelanggan bisnis apotek mengatakan hal yang semakna dengan ini : ”tolong carikan obat yang bagus dan murah”, maka dapat dipastikan ia berasal dari segmen kualitas & harga. Ciri utama : kualitas & anggaran.

Jika pelanggan bisnis apotek berkata hal yang semakna dengan berikut : ”minta obat untuk sakit ”anu”, tapi yang murah saja”, maka yakinlah bahwa ia berasal dari segmen harga. Ciri utama : anggaran.

Jika pelanggan bisnis apotek berkata hal yang semakna dengan ini : ”carikan obat yang bagus untuk penyakit ”anu”, bikin cepet sembuh, tidak bikin ngantuk dan efek sampingnya minimal”. Jika demikian, yakinlah bahwa ia termasuk segmen yang berorientasi pada kualitas dan nilai. Ciri utama : detail, orientasi pada output.

Dari metode sederhana itulah segmentasi bisa diarahkan. Apakah akan mendesain bisnis apotek dengan orientasi pada harga, kualitas atau nilai. Pastikan “Kulaitas si HaNi” secara tepat.

BOOSTING FIELD EXECUTION

Untuk memaparkan sebuah eksekusi sebenarnya mirip dengan mengarahkan pasukan perang untuk bertempur di medan laga. Harus jelas, detail, paham dan berujung pada hasil optimal. Berbasis pada segmen yang telah diidentifikasi, maka para staf apotek harus mampu merengkuh segmen itu secara maksimal. Cara agar hasilnya maksimal adalah membidik satu segmen yang minimal akan membikin pengaruh pada segmen lainnya. Untuk itu perlu adanya langkah – langkah berikut :

  1. Acces
Sedapat mungkin staf apotek harus memiliki akses untuk menjangkau segmen yang telah ditetapkan. Bukan hanya saat di apotek, bahkan jika perlu staf apotek harus sesekali meninggalkan meja, keluar apotek dan menemui segmen tersebut. Tujuannya sangat jelas, membuka akses bisnis dengan mereka. Cara mempermudah untuk membuka akses ini adalah dengan menemukan key oponion leader yang ada pada segmen tersebut.

  1. Focused
Akses yang telah dibuka tersebut harus menjadi fokus perhatian, jangan mudah patah arang bila belum mendapatkan sambutan yang menggemberikan. Buatlah sebuah momen yang begitu bermakna setiap kali staf apotek berinteraksi dengan segmen tersebut.

  1. Visualize
Buatlah sebuah visualisasi yang mengesankan, disaat tim apotek tersebut berhasil memberikan solusi bagi pelanggan dalam segmen tersebut. Efek visual ini tentu lebih terasa bila dipoles dengan efek kinestetis (bisa dirasakan dengan indera).

  1. Over Delivery
Langkah terakhir adalah memperbanyak eksekusi yang berhasil tersebut untuk direplikasi pada segmen lainnya. Berikan sebuah aksekusi dengan kadar dan kualitas yang sama, jangan seperti penjual pecel –sebelum laris kualitas sambal kacangnya begitu kental, setelah laris kualitas sambal kacangnya lebih encer, kwek..kwek..kwek..–.

Tuhan sudah sangat adil pada kita semua. Ia memberikan anugerah berupa waktu. Tiap manusia memiliki 7 hari setiap minggu, 24 jam setiap hari, 60 menit setiap jam, dan 60 detik setiap menit, sama untuk semua manusia. Yang membedakan kualitas manusia satu dengan yang lain adalah strategi dan eksekusi dalam tiap waktunya.