Sabtu, 09 Juli 2011

BERPERANG DENGAN APOTEK HARGA MURAH

Seringkali ditemui kompetisi antar apotek masih mengandalkan faktor harga. Artinya, untuk memenangkan persaingan dalam rangka menggaet pelanggan / pasien sebuah apotek memberikan harga murah terhadap produk yang dijualnya. Bagaimana menyikapi kondisi ini ?

Persaingan bisnis apotek memang cukup kencang sekali, semua pebisnis apotek tentu ingin memenangkan peluang pada pangsa pasarnya. Salah satu senjata yang cukup sering digunakan adalah faktor harga, dimana apotek tersebut akan menurunkan harga produk yg dijualnya, bahkan terkadang di bawah rata – rata harga pasar. Sebenarnya tidak perlu panik bila menghadapi pesaing yang menerapkan strategi model seperti itu. Apotek yg menerapkan strategi bisnisnya bersandarkan strategi tersebut bisa dibilang bermain api. Jika apotek tersebut menerapkan pemberian harga murah secara terus – menerus maka secara logika apotek tersebut lama – kelamaan akan bangkrut. Bisa dibayangkan, darimana ia akan memperoleh laba jika produk yang dijual selalu murah ?

Jika diamati memang benar, bahwa pada awal apotek menjual dengan harga murah akan dipenuhi pelanggan dan ramai. Tetapi lama – kelamaan apotek tersebut pengunjungnya akan berkurang, sebab pihak apotek tentu akan kesulitan membayar kepada para suplier / distributor. Pebisnis apotek model ini tentu akan mengalami kebangkrutan yang diciptakannya sendiri. Memang benar ia akan dikenal sebagai apotek yang murah oleh konsumen / pasiennya. Namun bukankah ini adalah bumerang ? Karena secara sadar atau tidak, menjual barang dengan harga murah dibanding rata – rata harga pasar akan menipiskan kantong bisnis apoteknya. Lantas apa yang perlu dilakukan bila menghadapi kompetitor semacam ini ?

1)      Perlihatkan Benefit yang Sensasional
Harus ditemukan formula yang jitu, benefit apa yang bisa dirasakan oleh konsumen / pasien bila bertransaksi di apotek anda ? Benefit yang diberikan tersebut harus benar – benar sensasional bagi konsumen / pelanggan. Untuk menciptakan benefit yang penuh sensasi, kuncinya sederhana bahwa benefit tersebut harus bersifat tangible (berwujud). Misalnya apotek bisa saja memberikan pelayanan kepada pasien penyakit degenaratif untuk penebusan resep dokter di apotek persekian kali berturut – turut, maka akan mendapat garansi cek laboratorium senilai Rp 200 ribu . Bukankah ini adalah benefit yang sensasional bagi pasien / konsumen apotek ?

2)      Mekanisme Jemput & Giring Bola
Pernah nonton sepakbola kan ? Atau bahkan pernah main juga ? Teknik yang sering dipakai untuk memenangkan sepak bola biasanya dengan pola menyerang. Agar pola tersebut sukses, maka para pemain harus rajin menjemput bola, kemudian giring (oper) dan tembak. Begitu pun ketika menghadapi pesaing yang menggunakan strategi harga murah, maka bisnis apotek anda harus rajin menggaet pasien, lalu giringlah mereka bahwa tidak akan pernah menyesal bertransaksi di apotek anda. Tembak juga mindset-nya, bahwa ada benefit yang layak mereka pertimbangkan dibanding harga yang murah, yakni quality of serve.

3)      Garansi
Apa jadinya bila membeli barang baru tanpa ada garansi ? Tentu akan pikir – pikir terlebih dulu kan ? Namun bila ada garansi, terlebih berjangka waktu panjang, tentu akan membuat pelanggan lebih mantap untuk melakukan transaksi pembeliannya. Kondisi tersebut hampir mirip dengan di apotek, sebenarnya sederhana sekali, bahwa pasien hanya membutuhkan satu garansi, yakni kesembuhan / perbaikan setelah mengkonsumsi produk kefarmasian yang dibeli. Untuk itu perlu kiranya profesi di apotek & staf memberikan garansi ini. Garansi yang bisa dirasakan & terukur waktunya, tentu akan membuat pasien lebih mantap & patuh untuk menggunakan produk kefarmasian sesuai fungsinya. Garansi semacam ini juga salah satu alat yang ampuh untuk membendung persaingan pada level harga murah.

4)      Pelayanan Sensasional
Starting touch setiap keberhasilan transaksi adalah pelayanan. Kunci utama pelayanan adalah no one customer’s wrong. Ini harus dipahami bahwa walaupun customer memiliki suatu kesalahan, maka kita tidak layak menyalahkannya secara terang – terangan. Harus diingat bahwa tindakan itu dilakukan hanya semata untuk menyajikan kepentingan pelayanan yang nyaman, bukan penghakiman untuk menilai kesalahan. Jadi sangat wajar bila kata – kata : “oh..itu salah”; “tidak betul itu…”; “ini ngawur...” harus dihindari disaat melayani pelanggan apotek. Berikan kata – kata yang nyaman, seperti : “infonya menarik, namun mari kita lihat bersama kebenaran info tersebut…”. Sapaan yang hangat dan bahasa tubuh yang bersahabat tentu akan lebih menambah nyaman pelayanan yang disuguhkan. Pelayanan sensasional akan membuat pelanggan menjadi homely, ini juga senjata ampuh untuk meruntuhkan pesaing dengan strategi jual harga murah.

Hmm…sesaat jadi inget commercial break ini : “murah boleh, asal jangan murahan…”. Ada benarnya juga ya…

Senin, 13 Juni 2011

ENTREPRENEUR BAGI PHARMAPRENEUR


Materi ini merupakan materi yang akan saya sajikan besok siang pada seminar Pharmapreneurship bagi adik – adik Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Tentu tidak ada salahnya jika saya bagikan juga kepada anda. Siapa tahu anda juga butuh suplemen materi ini ? Selamat menikmati, semoga menunya sesuai.
Jika kita mencoba menulis pada selembar kertas putih, deretan nama orang terkaya di Indonesia yang kita ketahui, maka sangat menakjubkan sekali bahwa mereka rata – rata berlatar belakang dari seorang usahawan. Para usahawan atau yang lebih dikenal sebagai entrepreneur ini ternyata para manusia yang luar biasa. Mereka bukan orang yang tidak pernah gagal, namun mereka adalah orang – orang yang tidak pernah menyerah atas kegagalannya.
Saat ini masih sangat jarang kita ketahui entrepreneur yang berasal dari latar belakang dunia farmasi. Padahal segala produk farmasi merupakan most needed product, dimana hampir seluruh masyarakat menggunakan produk tersebut, baik dalam bentuk jasa maupun barang. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa market share produk farmasi sangat tinggi. Kondisi ini malah lebih banyak ditangkap oleh mereka yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan kefarmasian. Bukankah mudah sekali kita temukan apotek yang pemiliknya bukan farmasis ? Bukankah tidak terlalu sulit untuk menemukan para pebisnis obat tradisional yang tidak memiliki latar belakang farmasi ? Bukankah selama ini bisnis penyaluran produk farmasi juga didominasi oleh mereka yang tidak memiliki pendidikan bidang obat ? Lantas kemana dan dimana mereka, para ahli farmasi yang seharusnya menahkodai bidang ini ? Ternyata mereka saat ini lebih banyak tiarap dari medan pertempuran bisnis yang sangat menantang ini.
Menurut anda, apa yang membedakan antara entrepreneur sebagai orang yang sukses dengan orang biasa ? Perbedaan yang mendasar terletak pada mindset (pola pikir) antar keduanya. Setiap diri anda tentu memiliki sebuah kepercayaan atas jalan hidup yang akan ditempuh. Sekumpulan kepercayaan yang mampu mempengaruhi sikap, tindakan, perilaku, keputusan dan masa depan inilah yang kita namakan sebagai mindset. Sedemikian pentingnya mindset ini, maka tak ayal bila kita harus waspada terhadap pola pikir, karena ini akan mempengaruhi ucapan. Kita harus waspada terhadap ucapan, karena ini akan mempengaruhi perbuatan. Kita harus waspada terhadap perbuatan, karena ini akan mempengaruhi kebiasaan. Kita harus waspada terhadap kebiasaan, karena ini akan mempengaruhi karakter. Kita harus waspada terhadap karakter, karena ini akan mempengaruhi masa depan.
Sebenarnya, pola pikir inilah yang membentuk kepercayaan & keyakinan anda hingga anda menjadi seperti saat ini. Ketika keyakinan anda untuk melakukan sesuatu tidak maksimal, maka tindakan anda-pun tidak akan maksimal. Tindakan yang tidak maksimal ini akan membuat potensi kita juga kurang maksimal. Dengan potensi yang kurang maksimal, maka hasil yang didapat juga tidaklah maksimal. Namun sebaliknya, bila keyakinan kita maksimal dalam melakukan sesuatu hal, maka tindakan kita juga akan maksimal. Tindakan yang maksimal akan melahirkan potensi dan hasil yang maksimal juga. Inilah yang dinamakan sebagai siklus setan dan siklus malaikat.
            Mindset seperti apakah yang dimiliki oleh para entrepreneur sehingga mereka bisa menjadi orang yang sukses ? Lantas apa yang membedakannya dengan mindset orang biasa ?. Orang yang sukses senantiasa memiliki nilai tambah (added value), sedangkan orang biasa tidak / sedikit sekali memiliki nilai tambah. Faktor kunci untuk memenangkan persaingan adalah sebuah nilai tambah, baik dalam hal bisnis, karir bahkan jodoh. Nilai tambah berarti kelebihan yang telah anda miliki dan tidak dimiliki oleh pesaing maupun orang lain. Nilai tambah yang paling mengesankan, menurut saya adalah sebuah track record dan prestasi yang anda miliki. Apabila kita bisa menjaganya, maka minimal anda telah memiliki daya saing secara individu untuk menang. Ketika anda menjadi pemenang sebuah kompetisi debat, maka ini berarti bahwa anda memiliki nilai tambah dalam hal debat, itu adalah contoh kecilnya.
            Mindset orang yang sukses selanjutnya adalah, mereka senantiasa memiliki faktor kali. Sedangkan orang biasa tidak memilikinya. Setelah menyadari sebuah nilai tambah, maka orang yang sukses akan segera mengalikan nilai tambah yang dimilikinya. Faktor kali berarti membuat sebuah duplikasi. Contoh : Sadar memiliki kemampuan dalam hal debat, maka anda segera membuat sebuah short course untuk para purchaser order (bagian pengadaan) agar mereka memiliki ketrampilan menawar yang baik. Selain itu, anda mencoba membuat tulisan untuk dikirimkan ke berbagai koran maupun tabloid terkait kemampuan anda tersebut. Ini merupakan bentuk faktor kali, dimana satu kemampuan anda telah terduplikasi ke beberapa fitur produk yakni short course, tulisan di koran, dan tulisan di tabloid.
            Orang sukses juga memiliki mindset berpikir besar, sedangkan orang biasa selalu berpikir kecil. Setiap orang memiliki impian. Orang biasa yang memiliki impian dan disaat impian tersebut tidak sesuai keuangan mereka, maka ia akan menurunkan impian mereka. Sedangkan orang yang sukses, mereka akan meningkatkan pendapatan untuk meraih impian tersebut.
            Mindset orang sukses selalu luar biasa, karena mereka sadar betul bahwa siklus hidup manusia selalu berjalan pasti. Mereka tidak ingin gagal dan tergilas dalam siklus tersebut. Siklus kehidupan manusia secara garis besar akan menghubungkan 3 buah kurva, yakni kesehatan, penghasilan dan biaya hidup. Siklus ini dimulai dari proses kelahiran hingga tutup usia, dengan segala pernak - perniknya semisal : pernikahan, terbentuknya keluarga muda, memiliki rumah, pendidikan untuk anak, dan masa pensiun. Segala proses kehidupan dalam siklus tersebut layaknya sebuah keranjang batu di atas papan yang ditopang dengan kedua tangan. Apa jadinya bila kedua tangan penopang tersebut dilepas ? Keranjang batu tersebut akan jatuh berantakan. Batu dalam keranjang itu ibarat beban & biaya hidup. Para entrepreneur sadar bahwa keranjang batunya harus tetap diatas dan jangan sampai jatuh berantakan.
            Kita akan melihat perbedaan antara orang miskin, golongan menengah (kaum konsumtif) dan para entrepreneur dalam mengelola arus uang (cash flow) mereka untuk menopang ”keranjang batu”. Orang miskin selalu menggunakan pendapatan (income) mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (expense) saja. Sedangkan golongan menengah, mereka menggunakan income untuk expense sekaligus menutup kewajiban (liabilitas) yang terkadang belum begitu dibutuhkan. Para entrepreneur sangat cerdas untuk hal ini, mereka menggunakan income untuk expense, namun sisanya akan mereka investasikan dalam aset. Melalui aset ini akan dihasilkan income tambahan yang salah satunya akan digunakan untuk membayar liabilitas yang memang mendukung untuk memaksimalkan aset tersebut. Aset yang maksimal akan menghasilkan income maksimal, income ini akan diinvestasikan menjadi aset baru lagi. Aset baru akan melahirkan income, dan terus diinvestasikan menjadi aset. Ini akan bergulir secara terus – menserus. Dengan cara inilah entrepreneur memiliki aset yang banyak, sehingga mereka menjadi kaya karena biaya expense tetap dan income terus meningkat.
            Sekarang bagaimana rahasia agar bisa menjadi entrepreneur di bidang farmasi (pharmapreneur), misalnya saja pharmapreneur apotek ? Ini adalah beberapa trik-nya :
  1. Modal sebisa mungkin Rp 0,-
  2. Dapatkan lebih, lebih dan lebih lagi...
  3. Gunakan gaya ABC (Anything But Cash)
  4. Hindari Over Promise, Under Delivery
Agar trik itu mujarab, maka anda perlu menghindari mental contra-preneur dan harus semaksimal mungkin membiasakan mental entrepreneur. Beberapa yang termasuk mental contra-preneur : menunggu segalanya siap, win – lose, fokus pada keuntungan pribadi saja, banyak beralasan, dll. Sedangkan mental entrepreneur yang perlu dikembangkan, diantaranya : membuat segalanya siap, berjiwa besar, fokus pada solusi, banyak bertindak daripada beralasan, dll. Are you ready to be pharmapreneur ?.

Kamis, 05 Mei 2011

TRIK & TIP REFERENSI DARI DOKTER BAGI BISNIS APOTEK



Tema yang saya angkat kali ini terinspirasi dari kunjungan si Iwan, Dila dan dua temannya saat bertandang ke kantor. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang sedang membuat penelitian perihal remuneration scheme. Wajar saja, namanya mahasiswa, ada saja tingkah gokilnya. Ketika akhir sesi diskusi, Dila yang ternyata berasal dari Godean, Sleman, Yogyakarta ini bilang : ” Saya puas dengan Bapak !”. Mendengar ini, spontan saja saya menimpali : ”Terima kasih ya Dil, saya sudah menjadi alat pemuasmu !”, dan langsung deh seisi ruang meeting Anggrek terbahak ria : ”kwkwkwkw..”. Diskusi tersebut mengupas perihal strategi perusahaan agar tetap survive, yang ujung – ujungnya mereka kaitkan dengan remuneration scheme yang diterima oleh karyawan. Inti sebagian pemaparan disela – sela diskusi yang memang mengalir santai tersebut coba saya modifikasi untuk BISNIS APOTEK, seperti berikut. Simak terus ya...
Ada banyak strategi untuk membuat bisnis apotek semakin bertumbuh dan tetap survive. Minimal tiga jalur ini akan memiliki kontribusi bagi bisnis apotek, yakni :
  1. Increase the number of transaction
  2. Increase the frequency of transaction
  3. Increase the amount of transaction
Pharmapreneur dan pebisnis apotek sekalian, tiga jalur ini harus dimaksimalkan oleh staf dan pengelola apotek, yakni : meningkatkan jumlah, frekwensi dan nilai transaksi. Untuk mewujudkan hal ini, langkah termudah adalah dengan menyentuh customer yang telah eksis di apotek (existing customer base). Staf dan pengelola apotek perlu mengeksplorasi adanya peluang untuk meningkatkan frekwensi serta nilai setiap kali customer melakukan transaksi. Bahkan, customer baru pun akan atraktif dengan ketiga sentuhan tersebut. Biasanya untuk menyentuh customer baru, kebanyakan apotek cenderung pasif tanpa ada aksi yang signifikan. Ada satu cara yang ampuh untuk menambah customer baru di apotek dengan lebih efektif dan efisien. Tebak – tebak buah manggis, cara apakah ini ...? Referral. Benar sekali bahwa referensi atau rujukan, apabila diucapkan oleh orang yang memiliki kompetensi dan terpercaya, tentu ini akan menjadi media promosi yang dahsyat dan murah meriah bagi bisnis apotek. Dokter merupakan salah satu rekan profesi kesehatan terdekat dengan bisnis apotek diantara profesi kesehatan lainnya, dan keberadaannya sudah terkenal di masyarakat. Sampai saat ini pun, masyarakat masih cenderung mempercayakan kebutuhan sakitnya pada profesi tersebut. Berdasar fakta ini, dokter merupakan subyek yang tepat agar bisa memberikan referensi kepada bisnis apotek. Ini merupakan cara yang manis untuk mendapatkan customer.
Berikut ini adalah empat cara sederhana bagi bisnis apotek independen untuk mendapatkan referensi dari dokter setempat :

1.      Merangkul dokter yang baru praktek
      Lakukan identifikasi terhadap dokter yang baru buka praktek di seputar lingkungan bisnis apotek. Jadilah pendengar, ambil kesempatan untuk melihat apa yang mereka butuhkan dan bagaimana bisnis apotek bisa membantu mereka mencapai tujuan. Sesekali tidak ada salahnya berkunjung kepada mereka, walau hanya sekadar menyapa dan menciptakan obrolan ringan. Seringkali hal – hal sederhana justru akan berdampak signifikan. Cara ini juga terbilang efektif, dengan menggunakan logika bahwa para dokter yang baru membuka praktek tentu akan membutuhkan informasi, pengetahuan wilayah, dan rekan. Secara pro aktif merangkul mereka terlebih dahulu, tentu akan membuat kesan positif.

2.      Menjalin hubungan dengan staf dokter
Kenalilah para staf yang membantu praktek si dokter, baik perawatnya, teknisinya, bahkan resepsionisnya. Mereka merupakan kunci yang mampu menjembatani antara si dokter dengan kepentingan bisnis apotek. Pergaulan yang baik dengan mereka juga akan menguak sisi kepribadian dokter, dimana ini merupakan informasi penting untuk mengawali hubungan dengan dokter tersebut. Tak jarang pula, untuk keperluan tertentu dokter akan mempercayakan kepada stafnya.

3.      Melakukan training kepada staf & pengelola apotek
Berhubungan dengan dokter dan stafnya merupakan sebuah hubungan yang spesial, karena mereka adalah orang – orang yang profesional. Training merupakan solusi agar para staf dan pegelola apotek mampu menjalin dan mengembangkan hubungan tersebut. Untuk masalah training selain bisa dilakukan oleh internal bisnis apotek, mengirimkan mereka pada even training eksternal juga diperlukan. Jika memang dibutuhkan, sesekali waktu bisa pula mengundang praktisi untuk memberikan suplemen skill & knowledge terkait bisnis apotek. Ini perlu untuk digaris bawahi, bahwa bisnis apotek tidak akan perform dengan baik jika staf dan pengelolanya tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang mumpuni. Training juga merupakan ajang sharing knowledge antar praktisi dan staf serta pengelola apotek.

4.      Meningkatkan citra bisnis apotek & mendidik customer
Staf dan pengelola apotek yang terampil dan berpengetahuan hanya akan membutuhkan polesan sedikit untuk membuat citra apotek lebih dikenal dokter & customernya.
Sesekali waktu carilah informasi dari pasien yang merasa kesal terhadap pelayanan seorang dokter, datanglah ke dokter tersebut untuk berbincang tentang hal itu. Jangan lupa, jika anda datang sekaligus membawa alternatif solusi tentu ini akan menjadi lebih baik. Untuk memulai ini, anda bisa memfokuskan pada kasus tertentu yang mudah dipecahkan namun memiliki dampak signifikan. Misalnya :
    1. Pendidikan sehat bersama diabetes, terkait dokter Sp.PD
    2. Manajemen darah tinggi (hipertensi) & layanan tensi, terkait dokter Sp.PD
    3. Solusi bagi anak susah makan, terkait dokter Sp.A
    4. Berlatih meracik menu cerdas untuk bayi, terkait dokter Sp.A
    5. Pelatihan penyuntikan insulin, terkait dokter Sp.PD
    6. Dan lain – lain.

Output bila kolaborasi ini terwujud tentu akan sangat dahsyat, baik untuk bisnis apotek, dokter dan pasien.

Selasa, 19 April 2011

MEMAHAMI KARAKTER CUSTOMER APOTEK : TIPE “PENGUASA”



Saya sengaja mengangkat tema ini karena saya melihat dan mencermati masih banyaknya staf maupun pengelola bisnis Apotek yang memperlakukan customer / pasien dengan ala kadarnya. Bahkan tidak jarang pula para staf dan pengelola bisnis Apotek menyamaratakan semua customer / pasien, tanpa memperhatikan karakternya.
Saat memasuki Apotek, seringkali customer / pasien akan disambut dengan ucapan : “Selamat…”, entah selamat pagi atau siang atau sore. Bagai sebuah hafalan, ucapan selanjutnya adalah kalimat yang senada untuk “Mempersilahkan”. Kemudian langkah terakhir adalah “Apa yang bisa saya bantu”, atau yang senada dengan ini. Inilah bentuk komunikasi awal yang biasanya dilakukan oleh staf atau pengelola Apotek. Inipun sudah lumayan bagus. Tak jarang pula staf atau pengelola Apotek yang melayani customer / pasien dengan seadanya. Aksi ‘cuek bebek’, sambil asyik nonton TV, ngobrol sendiri, sok sibuk mendisplay produk, berlagak tuli, muka jutek, wajah ‘datar’, mahal senyum, aksi bentak – bentak, dan masih banyak contoh konyol lainnya lagi. Kekonyolan seperti itu sepatutnya tidak perlu terjadi dan mereka yang demikian harus segera sadar diri bahwa customer / pasien adalah raja. Dialah raja, penguasa yang sebenarnya dalam bisnis apotek. Tugas staf atau pengelola bisnis Apotek adalah melayaninya sebaik mungkin. Sang raja akan dengan mudah membikin bisnis Apotek, pengelola dan stafnya bangkrut dengan cara ia berpindah membelanjakan kebutuhan kesehatannya ke Apotek lain yang mampu melayaninya dengan lebih baik.
Setiap customer memiliki keunikannya sendiri. Lantas bagaimana staf atau pengelola bisnis apotek harus melayani berbagai karakter yang unik tersebut ? Salah satu tipe  karakter adalah PENGUASA (Dominant Driver). Bagaimana cara mengidentifikasi dan memahami tipe ini ? Simak terus tulisannya ya…jangan sampai berpindah ke situs yang lain ;)

VERBAL, VISUAL & VOKAL
Para customer yang memiliki karakter PENGUASA biasanya akan banyak mengeluarkan pernyataan dibanding bertanya. Ia akan dominan dalam berbicara dan terus terang pada pokok pembicaraan. Karakter model ini kurang menyukai basa – basi dalam berkomunikasi. Intonasi yang digunakan cenderung tinggi menantang, volume yang lebih besar dibanding lawan bicara, dan gaya bicaranya cepat. Apabila staf dan pengelola Apotek mencermati, customer tipe ini akan terlihat tidak sabar, melakukan gerakan tertentu untuk menekankan maksudnya, dan memiliki kontak mata yang tajam.

SISI POSITIF & NEGATIF
Adanya kemauan yang kuat, independen, praktis, tegas dan produktif merupakan beberapa sisi positif dari tipe PENGUASA. Sedangkan bila dilihat dari sisi negatifnya, ia akan dominan, keras kepala, pemarah, dan puas akan hasil.

MOTIVASI
Hal yang menjadi motivasi customer bertipe PENGUASA adalah hasil / result. Untuk itulah biasanya tipe ini memerlukan pelayanan yang bersifat segera, serba cepat, dan terasa jelas manfaat yang didapatnya.

HOBI
Tipe penguasa lebih banyak untuk menghasilkan ide atau gagasan, dengan demikian ia lebih tertarik untuk menjadi pemimpin.

OBROLAN
Bila staf atau pengelola Apotek menemui customer tipe PENGUASA, beberapa obrolan ini akan cenderung menarik perhatian mereka, antara lain : masalah bisnis, pekerjaan, ekonomi, profit, produk, dan fakta lapangan.

CARA MENGHADAPI
Setelah berhasil mengidentifikasi karakter customer tipe PENGUASA, lantas bagaimana cara menghadapi customer tipe ini ? Pada intinya, staf atau pengelola Apotek harus memiliki sikap yang profesional dalam menghadapi tipe ini. Selain itu, tanggapilah keinginan dan kemauan customer tersebut dengan cepat langsung ke tujuan yang dimaksudkan. Bersikap lamban dan lelet biasanya merupakan hal yang paling tidak disukai tipe customer ini. Apabila memang para staf atau pengelola Apotek ingin memberikan suatu saran, berikanlah pemecahan terhadap problem yang sedang dihadapi. Namun ingat, pemecahan problem yang ditawarkan ini harus terdefinisi dengan jelas tolok ukurnya. Jangan lupa pula untuk membuat pemahaman & kesepakatan bersama atas konsekuensi yang mungkin timbul terhadap pemecahan problem yang ditawarkan tersebut.

Senin, 11 April 2011

ZOPA, ALAT UKUR ZONA NEGOSIASI di APOTEK (Seri : 2-Habis)


Masing – masing orang akan memiliki kepentingan dari proses negosiasi yang dilakukan, entah secara sadar ataupun tidak. Dari sudut pandang bisnis, seringkali proses penjualan di apotek yang pada tempo dulu berjalan lancar, saat ini menjadi susah untuk diwujudkan menjadi transaksi bisnis yang berhasil. Semakin sengit dan ketatnya persaingan merupakan salah satu faktor yang mengkontribusi akan hal ini. Problem nyata yang dihadapi adalah staf dan pengelola apotek tidak memiliki keterampilan negosiasi yang baik. ZOPA akan senantiasa diperlukan oleh staf & pengelola apotek untuk melakukan negosiasi, semisal dengan pihak sales force distributor, pasien, antar rekan, maupun pihak apotek lain. Agar memiliki sudut pandang yang bertemu, maka diperlukan sebuah negosiasi dengan berbagai pihak tersebut. Seringkali kemampuan negosiasi ini akan menjadi faktor pembeda antara staf dan pengelola apotek yang biasa – biasa saja dengan staf dan pengelola apotek yang luar biasa.

Seperti yang telah diterangkan pada Seri : 1, bahwa ZOPA terdiri atas 3 zona sasaran yaitu : Maksinal, Target dan Minimal, serta 1 zona larangan yaitu : Kalah / Rugi. Setiap kegiatan di apotek yang memerlukan proses negosiasi bisa menggunakan teknik ZOPA ini. Lantas bagaimana langkah – langkah untuk mengimplementasikan ZOPA pada proses negosiasi di apotek ? Baik, berikut ini akan dipaparkan langkah – langkahnya.

1.      Subyek Negosiasi
Penentuan subyek negosiasi adalah langkah pertama yang harus didefinisikan. Ibarat sebuah perjalanan, ini adalah tujuannya. Subyek negosiasi ini menyangkut semua hal yang merupakan pokok dari bahan yang akan dinegosiasikan. Jika pihak apotek menginginkan penambahan diskon (add discount) atas order produk, dan untuk itu perlu dilakukan negosiasi, maka subyek negosiasinya adalah “Add Discount Order Produk”. Subyek ini perlu didefinisikan, karena dari sinilah pijakan awal negosiasi akan dikembangkan. Perlu diingat pula bahwa subyek negosiasi di apotek tidak selamanya berwujud uang, bisa saja waktu (delivery, jadwal penagihan, waktu jatuh tempo), promosi (merchandising / pajangan), return produk dan lain sebagainya.

2.      ZOPA
Disinilah akan dibuat zona sasaran atas subyek negosiasi yang akan dilakukan. Pada subyek negosiasi “Add Discount Order Produk” seperti yang dicontohkan diatas, misalnya zona sasaran maksimalnya adalah 25 %, sasaran target 20 %, dan sasaran minimal adalah 15 %. Bila lawan negosiasi memberikan nilai < 15 % itu sama saja dengan zona kalah / rugi, maka rentang ZOPA yang harus anda jadikan acuan adalah antara 15 – 25 %.

3.      Target
Pengertian target disini adalah sasaran negosiasi. Kecerdikan dalam mengidentifikasi target akan memudahkan untuk memperpendek jalur negosiasi. Selain itu, semakin tepat target yang dibidik akan membuat negosiasi lebih efektif dan tidak berbelit – belit. Jika subyek yang akan dinegosiasikan adalah “Add Discount Order Produk” apotek maka target yang dituju sebaiknya adalah Supervisor Sales dibanding Sales Force-nya sendiri. Hal ini dikarenakan Supervisor bisa langsung mengambil keputusan berdasar posisinya sebagai pimpinan area. Jika salesman, ia masih perlu berdiskusi dan konsultasi ke Supervisor untuk mengambil keputusan. Sehingga bernegosiasi dengan Supervisor dalam hal ini lebih efektif dibanding dengan salesman.

4.      Isu
Isu ini perlu dikreasikan oleh pihak yang akan bernegosiasi. Sebaiknya isu yang diangkat relevan dengan subyek negosiasi. Hal ini tentu akan meminimalisir terjadinya konflik saat dilakukan negosiasi. Jika merunut subyek negosiasi ”Add Discount Order Produk” apotek, maka isu bahwa apotek anda merupakan apotek pareto (memiliki kontribusi order besar), selling out (penjualan ke konsumen) atas produk yang akan didiskon bagus, pembayaran ke pihak distributor baik. Itu merupakan beberapa isu yang relevan untuk diangkat agar negosiasi menjadi lebih gampang.

5.      Benefit ZOPA
Benefit ZOPA ini cara membuatnya mirip ketika akan membuat zona sasaran pada ZOPA, perbedaannya pada sudut pandangnya saja dimana benefit ZOPA didasarkan atas manfaat yang diberikan jika sasaran ZOPA tercapai. Misalnya pada kasus ”Add Discount Order Produk” apotek, bila  sasaran ZOPA tercapai 25 %, maka benefit ZOPA bagi salesman / Supervisor distributor akan naik sebesar 30 % dari order yang biasa dilakukan.

6.      Value
Value merupakan manfaat yang diterima atas keberhasilan negosiasi. Value mengikat kedua belah pihak, artinya kedua pihak yang bernegosiasi merasakan kepuasan atas kesepakatan yang diraih. Value yang bisa diambil dari contoh subyek negosiasi ”Add Discount Order Produk” apotek adalah pertumbuhan penjualan salesman melalui kerjasama penambahan diskon kepada apotek. Value ini harus ditekankan & dikomunikasikan kepada pihak – pihak yang terkait negosiasi. Bukankah sering kita melihat adanya kegagalan negosiasi karena masing – masing pihak tidak mengetahui value apa yang akan diraih bila negosiasi tersebut disepakati.

Secara keseluruhan, contoh Model ZOPA untuk negosiasi ”Add Discount Order Produk” apotek ini dapat kita gambarkan sebagai berikut :

Subyek Negosiasi
ZOPA
Target
Isu
Benefit ZOPA
Value
Maks
Target
Min
Maks
Target
Min
Add Discount Order Produk
25 %
20 %
15 %
Supervisor, Salesman
Apt Pareto, Selling Out
Sales naik 30 %
Sales naik 25 %
Sales naik 20 %
Pertumbuhan penjualan dg add discount
 Properties : Roviq Adi Prabowo, Apt.

Jangan lupakan ZOPA pada tiap momen negosiasi anda…

Rabu, 30 Maret 2011

ZOPA, ALAT UKUR ZONA NEGOSIASI di APOTEK (Seri : 1)


Zone Of Potential Agreement ini adalah kepanjangan dari ZOPA. Masing asing dengan istilah ini ya…? Memang sih, tak kenal maka tak sayang kok...Si ZOPA ini adalah alat ukur yang akan memandu seberapa luaskah zona negosiasi yang ingin dipetik. Eh…Sebelum kita nge-gosipin Si ZOPA, para pharmapreneur dan pembaca sekalian tahukah kenapa perlu bernegosiasi ?
Sepertinya sudah tidak terlalu penting kan...opening-nya diawali dengan membeberkan ”Apakah yang dimaksud negosiasi ?”. Pasti sudah banyak penulis lain yang mengulas arti negosiasi, dan saya tidak terlalu tertarik untuk repot – repot lagi mengulas arti negosiasi. Setiap dari kita adalah negosiator, kapanpun dan dalam peristiwa apapun tanpa kadang tidak disadari. Saat meminta istri membuat masakan rendang dan ternyata istri anda memenuhi itu namun dengan syarat ia minta dibawakan oleh – oleh high heels sepulangnya dari kantor, ini adalah contoh sederhana dari sebuah negosiasi. Bahkan disaat permintaan kepada istri bertambah, misal rendang plus minta digorengkan keripik belut, berarti level tujuan negosiasi semakin meningkat. Ini artinya semakin menuju pada tingkat maksimal tujuan yang ingin diraih. Namun jika ternyata istri anda ngambek, ia tidak mau menyajikan rendang, dan hanya mau memberikan menu tempe goreng, maka perolehan hasil tawar dalam negosiasi dengan istri berada pada level minimal. Bahkan bila apes, istri tidak menyiapkan menu sama sekali, berarti perolehan hasil negosiasi dengan istri pada kondisi kalah.
Cerita sederhana diatas sebenarnya memberikan gambaran bahwa dalam negosiasi akan ada level – level kesepakatan. Merujuk cerita diatas, rendang plus keripik belut adalah zona maksimal tujuan negosiasi, rendang saja adalah zona target, bandeng adalah zona minimal, dan tidak disajikan menu adalah zona kekalahan. Beragam zona ini, dari zona maksimal, target, minimal dan zona kalah merupakan cakupan area dalam ZOPA. Zona ini akan selalu ada dalam setiap negosiasi. Untuk lebih jelasnya, ZOPA dapat digambarkan seperti ilustrai berikut ini :

NEGOSIATOR 1
ZOPA
NEGOSIATOR 2
Maksimal
Maksimal
Target
Target
Minimal
Minimal
Rugi / Kalah
Rugi / Kalah
Properties : Roviq Adi Prabowo

Melihat gambaran ZOPA diatas, kira – kira apa yang ada di pikiran kita ? Benar sekali, bahwa zona negosiasi sangat luas dan masing – masing pihak negosiator akan memiliki zona yang sama satu sama lain. Perbedaannya hanya kemampuan untuk memastikan pihak lawan, bahwa kita pantas untuk mendapatkan zona maksimal, bukannya minimal apalagi zona rugi atau kalah. Adanya mufakat antar pihak negosiator satu dengan negosiator dua ini akan menciptakan apa yang dinamakan sebagai level kesepakatan. Level kesepakatan bisa saja pada zona ”maksimal – maksimal”, ”maksimal – target”, ”target – minimal”, atau bahkan zona ”rugi / kalah – rugi / kalah”, dan masih banyak kemungkinan lainnya. Hal ini bergantung pada skill para negosiator dalam meyakinkan pihak lain. Perlu diingat bahwa tiap negosiator akan memiliki zona kepentingan, dan kewajiban kita untuk memenangkan zona kita terlebih dahulu pada level maksimal, sebelum pihak lawan negosiator akan menjerumuskan kita di level kalah atau rugi. Bagaimana untuk aplikasinya di ranah Apotek ? Kita tunggu sajian berikutnya, karena uraian ini masih akan bersambung...

Minggu, 27 Maret 2011

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KUNCI KEBERHASILAN BISNIS APOTEK


Setelah sekian lama tidak menyapa para pembaca, kali ini akhirnya tersampaikan juga menyapa anda sekalian : “ Kaifa haa luk ? ”. Orang Italia bilang : ”come sei ?”. Bagaimana kabar anda ? Semoga kabar baik, sehat dan senantiasa bahagia buat anda semua.
Beberapa obrolan tentang bisnis apotek bersama dengan rekan – rekan, baik melalui tatap muka secara langsung, via email maupun media sosial telah banyak saya lakukan. Namun, yang terakhir ini sedikit manarik perhatian saya, pasalnya ada rekan yang bertanya : ”Benarkah konseling yang digembar – gemborkan selama ini bisa membawa keberhasilan bisnis apotek yang dijalankan ?”. Guys...dimana kira – kira letak menariknya pertanyaan ini ? Iya...ini menarik karena rekan saya sebenarnya ingin mengetahui bagaimana cara mengelola sebuah informasi, dalam hal ini konseling menjadi value (nilai) yang bisa mengantarkan keberhasilan bisnis apotek.
Anda pernah membeli cheeseburger di gerai MC Donald ? Anda akan mengeluarkan uang Rp 25.000,- untuk mendapatkan cheeseburger tersebut. Pertanyaan saya adalah, apakah pembelian senilai Rp 25.000,- itu memiliki value bagi anda ? Jika anda bisa menikmati gurihnya daging sapi, kelezatan saus dan segarnya sayuran dalam cheeseburger itu, maka pembelian tersebut berarti memiliki value.
Di satu sisi, mungkin orang akan rela mengeluarkan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah hanya sekadar untuk lunch di Hotel Peninsula. Apakah hal ini termasuk sesuatu yang valuable ? Jika orang tersebut mampu merasakan keramahan, lezatnya sajian lunch, dan nyamannya suasana hotel berkelas bintang maka hal itu tentu saja vaulable.
Deskripsi diatas menggambarkan bahwa value bukan didasari atas mahal atau murahnya nilai uang, namun value lebih menitikberatkan pada benefit. Tidak peduli suatu jasa atau produk itu harganya mahal atau murah, jika memang benefitnya ada bagi customer, maka itu adalah value. Jika customer telah merasakan value yang diberikan, feedback yang akan diterima tentu saja adalah sebuah harga yang layak. Dengan demikian value dapat didefinisikan sebagai benefit yang akan diterima customer dibagi dengan biaya yang dikeluarkan.
Kembali ke pertanyaan rekan saya tadi, ”Benarkah konseling yang digembar – gemborkan selama ini bisa membawa keberhasilan bisnis apotek yang dijalankan ?”. Jawabannya sederhana saja : bisa ya atau juga tidak. Jika konselor di apotek, taruhlah apotekernya memang bisa mewujudkan konseling tersebut menjadi value bagi pasien atau customer apotek, maka konseling akan linier secara langsung membawa keberhasilan bisnis apotek. Namun, jika adanya konseling tidak mampu memberikan value pada pasien atau customer, maka kegiatan ini sama saja dengan aktivitas yang sia – sia.
Antara apotek dengan customer memiliki sebuah hubungan yang vertical-horizontal melalui staf apotek dan apoteker. Pengelolaan rantai hubungan ini secara efektif akan membantu menghantarkan keberhasilan bisnis apotek. Rantai hubungan ini dapat dinamakan sebagai supply chain management (SCM). Kurang tepat bila supply chain management ini hanya dimaknai sebagai suatu pengelolaan rantai hubungan yang terkait dengan logistik produk saja. Supply chain management difokuskan pada 3 hal, yakni untuk menjamin kelancaran aliran produk, dana dan informasi.
Dalam ranah bisnis apotek, fokus perhatian supply chain management untuk kontek produk diletakkan pada kelancaran aliran produk dari distributor ke apotek dan dari apotek ke customer. Tantangan terbesarnya adalah dalam hal mengatur ketersediaan produk, baik obat, vitamin, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya di apotek secara tepat kualitas, kuantitas dan tepat waktu. Karena barang dibeli dengan menggunakan modal apotek, maka makin cepat produk di apotek bergerak akan semakin bagus. Tugas apoteker dan staf apoteklah untuk menjamin pengelolaan supply chain produk agar senantiasa menghasilkan value bagi customer. Dalam konteks dana, fokus perhatian supply chain management adalah pada kelancaran arus cashflow. Karena dana apotek asalnya bisa dari pihak bank, pihak ketiga maupun dari internal namun itu tetap saja merupakan account pinjaman. Dengan demikian maka kegagalan atau keterlambatan dalam menjual produk dan perbekalan farmasi tentu akan membebani apotek. Sedangkan dalam hal informasi, titik berat supply chain management adalah pada kelancaran arus komunikasi. Kekeliruan atau ketiadaan penyediaan informasi bisa berpengaruh buruk pada kelancaran arus produk atau dana. Konseling di apotek hanyalah satu dari sekian bentuk arus informasi yang dimaksud. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa :

1.   Arus produk bersifat top down (atas ke bawah) dari pihak apotek sampai ke customer melalui staf apotek dan apoteker
2.   Arus dana bersifat buttom up (bawah ke atas) dari customer ke pihak apotek melalui staf apotek dan apoteker
3.   Arus informasi bersifat reversible (atas ke bawah maupun sebaliknya) baik dari customer ke pihak apotek serta sebaliknya, melalui staf apotek dan apoteker.

Untuk itulah, para pharmapreneur dan pebisnis apotek sekalian, pengelolaan yang baik terhadap supply chain akan menghantarkan bisnis apotek pada keberhasilan puncaknya. Dengan supply chain management, maka akan terjadi keseimbangan produk, dana maupun informasi. Untuk itu pharmaprenuer dan pebisnis apotek sekalian, are you ready ?