Minggu, 31 Oktober 2010

ANTARA MASKER DAN GUNUNG MERAPI

Yogyakarta tidak seperti biasanya. Pagi menjelang siang hari ini suasana Yogyakarta mirip di Beijing kalau pas musim dingin. Semua nampak putih, bedanya jika di Beijing putih karena tertutup salju, namun di Yogyakarta putih karena tertutup oleh debu Merapi yang diterbangkan angin. Memasuki Grha Sabha Pramana di Universitas Gadjah Mada, gedung itu nampak putih berdiri nan megah, layaknya Forbidden City di Beijing. Terlihat anggun (namun menyesakkan nafas). Semua orang mulai dari pejalan kaki, pedagang kaki lima, polisi, pengendara motor mengenakan masker. Sungguh, pemandangan yang unik sekali. Sesaat kemudian baru menyadari bahwa memang harus mengenakan masker, karena putih yang menyelimuti Yogyakarta bukan salju melainkan debu vulkanis dan ini berbahaya bagi kesehatan. Langsung saja tancap gas mencari apotek dengan satu tujuan, membeli masker.
Sebuah apotek yang terletak di jalan Kaliurang disinggahi, sebelum masuk lebih dalam ke apotek tersebut, pas di pintu utama tertulis : "MAAF, MASKER HABIS !". Sejurus kemudian melaju lagi ke arah Ringroad, tepat di perempatan ada sebuah Apotek megah, dan langsung bertanya pada petugas Apotek, lagi - lagi dijawab bahwa masker habis. Saat ini masker memang menjadi barang langka di kota Yogyakarta. Daripada susah mencari masker, akhirnya diputuskanlah untuk mampir ke daerah Pogung (barat kampus UGM) bekas kost lama sewaktu kuliah dulu. Sebelum masuk ke dalam sebuah gang, ada seorang penjahit yang masih buka praktek di situ dan sudah tak asing dengan sosok tersebut. Sesaat mata memandang, ada selembar kain sisa jahitan yang panjang dan lebarnya mirip slayer di samping kiri mesin jahitannya. Aha...selintas terpikir ide cemerlang. Bukankah saat ini masyarakat Yogyakarta sedang butuh masker ? Bukankah saat ini, di banyak gerai apotek, masker sedang OOS (Ora Ono Stok...hehehehe, eh yang benar Out Of Stock). Bukankah yang dibutuhkan sebenarnya bukan masker, melainkan penutup mulut & hidung ? Bukankah penutup mulut dan hidung bisa juga menggunakan slayer ? Bukankah kain sisa jahitan yang mirip slayer bisa dijadikan sebagai pengganti masker, minimal untuk kondisi berdebu saat ini ?
Out of stock, kondisi ini terkadang terjadi pada sebuah bisnis apotek. Bila hal ini terjadi, bukan berarti hanya diam pasif menunggu stock bisa ready kembali. Bila hanya pasif saja, menunggu dan menunggu...sebenarnya bisnis apotek akan mengalami kerugian. Rugi dalam hal momen, dan rugi dalam hal waktu. Kenapa di saat semua gerai bisnis apotek menunggu stock masker yang belum tentu kapan datangnya, tidak mencoba kreatif sedikit mencari alternative pengganti masker ? Segera pesan saja ke tukang jahit, agar kain sisa jahitan disulap menjadi "slayer jadi - jadian" dan ditawarkan sebagai pengganti masker ! Bukankah customer sedang sangat, amat butuh dengan cepat...Kreativitas kecil ini mungkin akan sangat membantu masyarakat Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan masker yang sangat mendesak. Dan, bisnis apotek anda juga akan terhindar dari OOS yang belum tahu kapan stock masker di PBF akan available. Ternyata, hanya dengan kreativitas kecil akan tercipta peluang antara debu gunung merapi dan OOS masker.

Sabtu, 30 Oktober 2010

BISNIS APOTEK HARUS SEGESIT BUS KOTA

Bisnis apotek harus segesit bus kota. Judul ini sengaja diangkat berkat inspirasi saat perjalanan dari Rawamangun hingga Bekasi. Macet, itulah kondisi jalanan ibukota. Semua saling berebut, semua ingin cepat sampai di rumah, untuk itulah mereka bagai pasukan perang yg siap tempur saat lampu lalu lintas menyala hijau. Ditengah semrawutnya Jakarta yang seperti itu, terlihat sebuah bus kota warna putih dengan gagah berani menyelip diantara kendaraan lainnya. Bus itu terlihat gesit, sang sopir nampak sangat ahli dalam mengolah gas, rem, kopling dan stir.
Sesaat kemudian, teringat pula komentar seorang rekan yang saat ini tinggal di Sumatra. Ia berkata : "Males ah bisnis apotek...mending mo buka resto !, Bisnis apotek sekarang lagi seret". Komentar rekan ini sebenarnya bagaikan ilustrasi jalanan padet antara Rawamangun hingga Bekasi. Yang terjadi pada dunia bisnis apotek adalah kondisi "padet", bukan "seret". Jika toh ingin buka resto, sebenarnya juga cuma berganti jalur saja. Dan di jalur bisnis resto-pun, traffic-nya juga tidak kalah padet-nya dibanding jalur bisnis apotek. Jadi pada kondisi ini, langkah yang perlu dilakukan adalah mengolah skill, layaknya sang sopir bus tadi. Kapan gas harus digencet sekencang- kencangnya, agar laju bus semakin cepat, saat seperti apakah gigi kopling harus ditambah agar laju bus semakin ringan, dan kapankah stir harus diputar agar pada kondisi macet bus dapat beralih lajur dan tetap eksis berjalan disaat yang lain terjebak kemacetan. Seperti inilah skill bisnis yang seharusnya dibangun bagi siapapun yang ingin terjun di dunia bisnis apotek. Jangan sampai para pebisnis apotek mengeluh disaat kondisi memang macet, keluhan tidak akan menyelesaikan masalah, namun segera putar stir anda untuk menghindarinya.
Sebenarnya, hanya dibutuhkan 3 macam skill dasar untuk menguasai jalur bisnis apotek. Skill yang berhubungan dengan manajerial (menegement knowledge), penjualan dan pemasaran (sales & marketing knowledge), dan yang terakhir pengetahuan farmakoterapi produk yang dijual (pharmacotherapy knowledge). Dashbord untuk mengetahui sejauh mana bisnis apotek melaju, merupakan aplikasi dari management knowledge. Sedangkan sales & marketing knowledge merupakan pedal gas untuk memacu agar laju bisnis apotek kencang dan terkendali pada track jalurnya. Dan yang terakhir, pharmacotherapy knowledge merupakan alat untuk memantapkan anda dalam menjalankan bisnis apotek tetap berada pada jalur yang benar, karena kesalahan jalur dalam pemberian obat maupun produk lain akan berakibat fatal (bisa - bisa kena tilang dari POM & Dinas Kesehatan hehehe...). Saatnya sekarang melihat "sopir" dalam bisnis apotek yang dijalankan, sudahkah siap melaju di jalur kemacetan ?

Jumat, 29 Oktober 2010

Menjual Salisilat Seharga Starbuck

Tahu Starbuck kan ? Itu loh...gerai kopi yang tersebar di seantero mall dan pusat perkantoran, dengan lambang koin hijau bergambar cewek bermahkota di tengah - tengahnya. Pernah mampir kesana ? Kalau belum, sesekali bolehlah mampir, buat naikin gengsi...masak dari dulu sampai sekarang kalau minum kopi ke warung tegal melulu. Apa yang bikin beda rasa kopi Starbuck dengan kopi sachet biasa ? Jika dipikir - pikir, sebenarnya beti-lah (beda tipis). Yang sebenarnya terjadi adalah, di Starbuck mereka menjual kopi dengan citarasa tinggi dan feature menarik, sehingga disaat customer disodorkan tagihan dengan harga premium, customer pun akan membayar dengan tersenyum...bahkan anehnya, disertai ucapan : "Terima Kasih". Bagaimana jika dalam bisnis apotek dijual Asam Salisilat seharga kopi Starbuck?
Sebenarnya, di ranah bisnis apotek-pun bisa menjual Asam Salisilat (tau kan, makhluk apakah ini...?) yang harganya murah meriah menjadi berharga premium. Ini seperti halnya Starbuck menyulap biji kopi yang murah meriah menjadi secangkir kopi berharga celana Jeans. Kuncinya sangat sepele, ingat bahwa fungsi Asam Salisilat adalah agen keratolitik pada kulit. Coba perhatikan, orang yang memiliki penyakit kulit (hiii....) biasanya akan gengsi dengan penyakit ini. Apalagi jika penyakit tersebut berada dibagian tubuh yang terlihat. Di sisi lain, pasien juga kurang patuh mengoleskan salep / krim yang memiliki bau tak sedap. Selain itu, terkadang ada beberapa pasien yang tak kunjung sembuh setelah menggunakan salep atau krim produk jadi dari pabrikan. Jika bisnis apotek anda memiliki "pendekar" yang handal dalam masalah kulit, dan setelah diidentifikasi memang memerlukan Asam Salisilat, sudah saatnya menyulap Asam Salisilat tersebut menjadi sedemikian rupa sehingga produk jadinya akan menghasilkan bau yang harum (tidak anyir), tidak lengket di kulit, dan dikemas dengan feature pot salep layaknya produk Ponds. Lantas tinggal menyerahkan pada customer / pasien, tentu disertai sedikit "speak - speak bombay" tentang obat tersebut dong... Dan terakhir, berikan pasien anda sedikit kepastian kapan obat tersebut akan menghasilkan efek yang sesuai harapannya. Apa yang terjadi saat menyerahkan tagihan produk Asam Salisilat yang telah dimodifikasi tersebut dengan harga premium ? Wow...fantastis, customer anda berperilkau bagaikan customer-nya Starbuck. Mereka membayarnya sambil tersenyum, dan tak lupa mengucapkan : "Terima Kasih". Benar - benar dahsyat, butiran-butiran Asam Salisilat-pun bisa seharga kopi Starbuck.

Rabu, 27 Oktober 2010

SALES TARGET FOR "APOTEK" : WHY NOT ?

Seperti telah diketahui bersama, bahwa bisnis apotek layaknya dua sisi mata uang receh (kalo dikampus dulu dua sisi mata pisau, tapi serem ah...). Sisi pertama akan memperlihatkan nilai nominalnya, sedangkan sisi yang lain memperlihatkan nilai simbolisnya. Yah...ada nilai nominal yang perlu dicapai agar bisnis apotek anda memiliki alasan untuk tetap eksis, bahkan growth, bertumbuh dari waktu ke waktu. Ada pula satu sisi yang lain berupa sisi simbolis kepedulian bisnis apotek terhadap masyarakat. Namun pada obrolan kali ini, akan diulas sisi nominal bisnis apotek tersebut.
"Ngemeng - ngemeng"....untuk mencapai nilai nominal bisnis apotek hingga mencapai sebuah performance yang diharapkan, tentu dibutuhkan sebuah alat ukur (measurement). Kenapa ? Karena kesuksesan tidak akan tercapai secara kebetulan. Kesuksesan akan tercapai karena direncanakan, diyakini, dan diusahakan. Malahan itu saja masih belum cukup (walah....?!??!). Kesuksesan akan terwujud bila didasari niat yang baik, keuletan dan target yang jelas. Bagi orang biasa, umumnya target adalah beban yang melelahkan, namun bagi orang yang luar biasa, beban mereka anggap sebagai target yang menggairahkan. Benar - benar ruaaaarrrr biasa....
Okay...kembali ke laaptoop ! Sedari dini, sejak awal periode, atau mulai bisnis apotek berjalan, tentu dibutuhkan sebuah target untuk dicapai. Yang dinamakan target, tentulah perlu sebuah effort untuk mencapainya. Fokus pada target sales, untuk sebuah bisnis apotek memang layak juga untuk dirancang. Hal ini menjadi sangat penting, karena eksistensi dan pertumbuhan bisnis apotek berawal dari sales. Tentu saja, bila sales pada bisnis apotek baik, harapannya akan dihasilkan laba yang bagus pula. Ujung - ujungnya, pelanggan internal anda akan puas dengan kenaikan benefit financial, sedangkan pelanggan eksternal anda akan puas karena sarana bisnis apotek semakin maju dan nyaman. Lantas, bagaimana cara memulainya ? Perlu langkah SMART (swear ewer -ewer..., 100% bukan promosi produk Telco...) untuk mulai menyusun target sales di bisnis apotek. Yang dimaksud SMART adalah :

SPESIFIC, artinya : jelas, dapat dipahami, mudah diidentifikasi dan hasilnya dapat diamati. Misal : Target sales untuk obat OTC.
MEASURABLE, artinya : Hasil yang dicapai dapat diukur secara obyektif. Misal : Target sales OTC dikatakan mencapai performance bila minimal 97 %.
ACHIEVEBLE, artinya : nilai target menantang, perlu effort extra untuk mencapainya. Misal : Target sales OTC harus tumbuh 30 % lebih baik dibanding masa lalu.
REALISTIC, artinya : harus ada sumber daya dan dukungan untuk mencapai target tersebut. Misal : Menyediakan katalog produk OTC yang dijual di apotek, disamping majalah dan koran.
TIME BOUND, artinya : harus tercapai dalam periode tertentu. Misal : Target sales OTC sebesar 400 juta harus tercapai dalam 1 semester terakhir di tahun 2010.

Jika hal ini dilakukan, tentu akan lebih mudah dalam mengidentifikasi perkembangan bisnis apotek yang dijalankan, dari waktu ke waktu, bahkan dapat pula mendeteksi semenjak dini apabila memang bisnis apotek melenceng dari target yang telah dicanangkan. Bukan sesuatu beban yang melelahkan to...? So, sales target for "Apotek" : Why Not ? -Yes, I'm Pharmapreneur-

DARI SINI BISNIS APOTEK DIMULAI !

Seorang teman yang mendirikan bisnis Apotek (di negeri entah berantah...) akhir - akhir ini mengeluh. Omzet mulai menurun, pelanggan mulai males "check in" ke apotek (walau sekadar beli parasetamol !), pengeluaran tetap saja mengalir deras, dan laba juga semakin menipis. Namun ketika ditanya : "Bagaimana kau mengelola proses kinerja pasukanmu ?", dengan lugas ia menjawab : "Saya merasa sudah menggajinya dengan layak, saya kira semuanya saya perlakukan dengan baik, namun bisnis apotek koq tetep merosot".
Kondisi diatas sering kita temui saat ini, di tengah kacau balaunya kompetisi bisnis, termasuk juga kompetisi bisnis apotek. Gaya bisnis apotek dengan model intuitif : "merasa menggaji dengan layak", "mengira telah memperlakukan dengan baik", dll. Slogan : "Our Most Important Asset is People" layak untuk dicatat (jangan lupa di tebelin juga yach..hehe). Saat ini zaman telah berubah, gaya pemikiran era industrial yang menawarkan metode bahwa keberhasilan bisnis apotek ditentukan oleh tempat yang bagus, produk yang lengkap, jaringan yang kuat belum bisa dijamin 100% efektif. Kondisi telah memaksa kita untuk masuk pada knowledge era, artinya SDM merupakan akar utama yang akan menetukan pertumbuhan bisnis apotek. Dengan akar SDM yang sehat, proses bisnis apotek bukan hanya akan berjalan dengan baik, melainkan juga berdampak terhadap loyalitas. Dampak ini tentu akan mendorong terciptanya pertumbuhan kinerja finansial pada bisnis apotek anda. Jadi, masih mau pakai intuisi untuk urusan SDM...? (pikir dulu deh...)
Mengingat bahwa SDM adalah akar utama dalam bisnis apotek, maka ia perlu dikembangkan. Ia harus menjadi talent SDM. Sehingga selain dalam bentuk gaji, mulailah berpikir ulang, bahwa ada hak para SDM dalam bisnis apotek anda untuk diberikan benefit lain berupa pengembangan knowledge. Tujuannya sangat jelas : agar mereka bisa bersaing walaupun bisnis apotek kondisinya telah kacau balau, adanya sustainability kinerja, menjadi SDM yang profesional yang tidak hanya puas dengan gajinya "melulu", namun juga kompeten dan produktif (engaged).
Saya jadi teringat keponakan, ia bertanya dengan serangkaian pertanyaan : "Mengapa singa memiliki taring ?" Saya menjawab : "Karena taringnya itu untuk mengoyak mangsanya". Ia bertanya lagi : "Kenapa rambut singa lebat ?". Saya jelaskan bahwa rambut yang lebat itu untuk memperlihatkan bahwa singa adalah binatang yang perkasa. Ia masih bertanya : "Kenapa kaki singa besar ?". Saya jawab : "Kaki singa besar karena ia rajin berlari, sehingga kakinya kuat. Dengan begitu, dia akan lebih cepat mengejar musuh dan menangkapnya". Lantas keponakan saya mengakhiri : "Oh...begitu, tapi kenapa singa di kebun binatang ?".
Fakta menunjukkan bahwa, bisnis apotek dengan modal besar, tempat strategis, dan produk yang bagus belum tentu efektif mendulang kesuksesan. Karena bisnis apotek dimulai dari sini : SDM. Bentuk SDM dalam bisnis apotek tersebut layaknya singa, bertaring tajam, perkasa dan kuat. Biarkan ia lepas di belantara kacau balaunya bisnis apotek saat ini !