Sebelum membicarakan tema diatas, saya bawakan oleh – oleh dari hasil seminar Indonesia Economic Outlook 2011 bersama Bang Faisal Bashri (Pakar Ekonomi). Bang Faisal banyak mengutarakan masalah ekonomi dunia hingga nasional. Salah satu isu ekonomi dunia yang menarik adalah menggilanya pertumbuhan ekonomi China dan India yang melayang tinggi sambil say goodbye pada Amerika & Eropa (menyusul ambruknya ekonomi Yunani, yang insya Alloh “katanya” akan disusul Irlandia). Untuk masalah perekonomian nasional, ada kabar menggemberikan bahwa ternyata negera yang kita cintai, Negara Kesatuan Republik Indonesia (wuih lengkap rek…) dari aspek world competitive rankingnya naik dari 51 ke 42 dan terus ke 35 versi IMD World Competitive Yearbook (applaus dulu dong…). Tapi sayang, naiknya ini bukan karena posisi kinerja pemerintah yang spektakuler, tapi karena negara lain yang dahulu posisinya selalu diatas, saat ini sedang terjungkal perekonomiannya (Amerika & Eropa).
Okelah, kita tidak akan terlalu jauh membicarakan itu (takut malahan terjadi roaming …,hihi), akan diambil insight-nya saja. Walaupun sudah ada beberapa bisnis apotek yang melakukan perkembangan bisnisnya, namun ternyata tidak sedikit pula yang kurang peduli dengan laporan perkembangan bisnis apotek yang sedang dijalankan. Saya teringat saat mendeliver training di Baturaden buat pelaku bisnis apotek beberapa tahun yang lalu, sebagain dari pelaku bisnis ini banyak melontarkan keluhan bahwa bisnis apoteknya lesu, bahkan nyaris gulung tikar (berarti ngga’ usah pakai tikar aja ya..?!?! haha..). Saya iseng melontarkan pertanyaan, kira - kira apa penyebabnya ? Dijawablah : dispensing dokter, harga rusak, pasien berkurang, resep sudah jarang, bla..bla..bla. Hah ! Sangat kaget sekali, berbusa – busa dilontarkannya faktor – faktor eksternal yang sedikitpun ia tidak bakal kuasa untuk mengendalikannya. Faktor eksternal tiba – tiba jadi kambing hitam (kasihan ya…udah kambing, hitam lagi..!!). Ilustrasinya akan sama dengan kasus seperti ini, “kenapa terlambat ?” lantas dijawab : “macet !!”, hah…macet ? Bukankah ada orang lain, yang juga mengalami kemacetan tapi ia tidak terlambat dengan cara ia berangkat lebih pagi. Bukankah ada faktor internal yang dengan mudah bisa dirubah agar tidak terlambat, walau faktor eksternal kemacetan tetap terjadi. Kenapa disaat bisnis apoteknya lesu, lantas teriak resep berkurang, harga hancur, dan bla..bla..bla…lainnya ? Nah…pas ditanya, produk pareto untuk daerah seputar apotek apa saja ? Berapa perbandingannya ? Berapa kontribusinya ? Jawabnya : “kurang tahu pasnya…!!”. Walah, la wong diagnosa kesehatan bisnis apoteknya saja tidak tahu, ya.. wajar dong kalau apoteknya hampir – hampir gulung tikar !. Untuk itulah, mulai saat ini coba lakukan diagnosa kesehatan bisnis apotek yang sedang dijalankan, jangan sampai ditemukan penyakit dan kondisinya sudah kronis sehingga hampir merenggut nyawa bisnis apotek, layaknya pesakitan si Eropa dan Amerika dalam seminarnya Bang Faisal Bashri.
DIAGNOSA BISNIS APOTEK
Bisnis apotek perlu dipastikan kesehatannya. Agar ia bisa dikatakan sehat, maka harus dilakukan diagnosa. Menurut Medicine.net.com, diagnosa dapat diterjemahkan sebagai identifikasi sebuah penyakit untuk mengambil kesimpulan atau keputusan yang ingin dicapai. Dengan demikian, apabila dilakukan tindakan diagnosa terhadap bisnis apotek itu sama artinya dengan mengidentifikasi penyakit – penyakit dalam tubuh bisnis apotek, sehingga dapat diambil kesimpulan atau keputusan terkait tujuan yang ingin dicapai dari bisnis tersebut. Seperti layaknya sebuah diagnosa, maka harus ditentukan pula standar –standar tertentu agar sebuah bisnis apotek dikatakan sehat. Apa saja standarnya ? Menurut saya, secara umum hanya ada 2 standar saja untuk menilai diagnosa bisnis apotek ini layak dikatakan sehat atau dalam posisi pesakitan, yakni : standar bisnis dan pelayanan.
STANDAR BISNIS
Standar bisnis yang ditekankan disini, saya batasi pada perspective financial saja terlebih dahulu. Tujuan perspectif financial adalah profit improvement. Untuk menilai profit improvement ini dapat dilihat dari 3 basis berikut ini : revenue growth (pertumbuhan pendapatan), productivity (produktivitas), dan asset maximalization (maksimalisasi aset apotek). Jika diibaratkan dalam sistem jantung manusia, revenue growth ibarat jantung itu sendiri, productivity diibaratkan kemampuan jantung dalam memompa darah dan asset maximalization merupakan kapiler / pipa pembuluh darah di seluruh tubuh manusia itu sendiri.
Misalnya : dari data terlihat bahwa revenue growth turun, padahal productivity dan asset maximalization-nya baik, berarti kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ jantungnya saja. Hal ini bisa saja terjadi mungkin karena aliran darah penjualan menurun, maka solusinya adalah dengan memperbaiki kinerja aliran darah penjualan saja.
Dengan seperti itu tidak perlu buka jendela, dan tunjuk hidung bahwa faktor eksternal adalah penyebab kegagalan.
STANDAR PELAYANAN
Standar pelayanan sebenarnya merupakan business support dalam bisnis apotek yang sesekali terkadang juga perlu untuk didiagnosa. Beberapa hal berikut bisa diandalkan dalam menilai pelayanan, yakni : service level (waktu tunggu, ketersediaan produk, dll..), customer complaint, customer satisfaction. Saya punya certita menarik juga terkait hal ini, pernah seorang rekan mengeluhkan pada saya bahwa pasien resep di bisnis apoteknya punya market yang bagus. Namun banyak sekali yang komplain dikarenakan waktu tunggu peracikan resep lumayan lama. Ia sudah berusaha mengutarakan ke pasien untuk bersabar, tapi kelihatannya pasien kurang puas. ”Lantas, harus bagaimana ini ?” begitu kira – kira ia bertanya. Terlihat sekali, bahwa pasien memberikan komplain yang terkait masalah pelayanan. Nah...jika akar masalahnya adalah waktu, maka yang harus dibenahi juga harus waktunya. Beberapa hal ini mungkin perlu didiagnosa, yaitu rata – rata kecekatan petugas racik untuk membuat satu buah resep. Jika ternyata ini adalah masalahnya, maka para juru racik harus ditingkatkan skill-nya, atau bahkan jika perlu investasi alat. Jika ini sudah clear, saya sarankan kepada rekan tersebut untuk segera menempelkan sebuah tagline baru di dekat ruang tunggu pasien yang bunyinya ”Racikan per resep = 15 menit”. Bahkan saya sarankan juga, jika ingin memberikan special over, tagline tersebut bisa dibikin lebih bombastis lagi, menjadi seperti ini ”Racikan per resep = 15 menit, atau gratis teh botol untuk kelebihannya !”. Jika demikian, maka komplain pelayanan dijamin akan berkurang. Karena pasien mendapatkan sebuah kepastian. Namun jika pasien hanya di kasih pengertian untuk bersabar, wadow...persepsi orang saat ini kan...sabar = lambat.
Langkah diagnosa ini sangat diperlukan sekali, jangan sampai terlambat !. Sudah dalam kondisi sekarat baru sadar kalau bersarang sebuah penyakit bisnis yang menggerogoti nyawa bisnis apotek yang dijalankan, ini sangat disayangkan. Bahkan, bila hasil diagnosa ternyata bisnis apotek anda dalam kondisi prima, segera pacu agar berlari lebih kencang lagi.
like this../.
BalasHapus