Minggu, 21 November 2010

MERUBAH JOB MENJADI ROLES PADA ORGANISASI APOTEK




Terus terang saya ingat saat aktif di organisasi kampus dahulu (masa muda coy…). Yah,..beberapa organisasi intra dan ekstra kampus telah saya jelajahi, mulai dari statusnya sebagai anggota biasa hingga menjadi ketua. Dan wajar jika dalam berorganisasi ada sebuah panduan untuk memperjelas program yang akan dilaksanakan, dimana sering disebut sebagai Jobs Description. Biasanya Jobs Description ini dibuat oleh ketua atau kepala departemen untuk dilaksanakan oleh anggota – anggotanya. Sehingga Jobs Description ini merupakan gambaran kegiatan / ruang lingkup yang direncanakan dan akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

JOBS

Seperti waktu masih aktif di organisasi dahulu, ternyata sampai saat ini di beberapa lingkungan organisasi bisnis apotek masih banyak yang menerapkan model jobs description sebagai panduan dalam merancang kegiatan yang direncanakan untuk selanjutnya dieksekusi dalam aktivitas kerja harian. Padahal, model job description saat ini sudah usang loh... Kenapa ? Jelas, bahwa job description hanya akan bertumpu pada hal berikut :
  1. Tugas yang harus dilakukan
  2. Wewenang yang dimiliki
  3. Hubungan kerja
  4. Jabatan (gambaran atasan, bawahan, dan rekan kerja)

Lantas dimanakah letak keusangan model jobs description ini ? Terlihat jelas bahwa seorang bawahan, misal seorang staf officer Apotek maupun AA (Asisten Apoteker), akan mengikuti on job training yang diberikan oleh atasannya, sehingga ia akan mencoba memahami dan menjalankan tugasnya dengan baik. Nah…berdasarkan kemampuan bawahan (staf / AA) dalam menjalankan jobs description inilah maka atasan akan memberikan penilaian atas kinerjanya. Dengan demikian, maka kemampuan ia memahami & menjalankan tugasnya ini merupakan hal primer dalam penilaian kerjanya, sedangkan output dari tugas tersebut malah menjadi bersifat sekunder. Di sinilah letak usangnya model job description ini, dimana bawahan tersebut akan dinilai atasannya berdasarkan pemahaman dan aktivitas tugasnya saja. Dampak negatif yang timbal adalah bawahan (staff / AA) tersebut akan bekerja sedemikian kerasnya, agar dinilai sebagai pekerja keras. Atau bawahan itu akan bekerja secepat – cepatnya agar ia dinilai sebagai pekerja cekatan. Kadang malah lebih parah, ia sok sibuk mengerjakan segala hal yang tidak perlu, agar dinilai karyawan rajin. Praktek semacam ini ternyata masih sering kita jumpai, karena ia melihat celah bahwa pasti atasannya tidak bakal tega memberikan nilai buruk bahwa ia telah bekerja keras, bahwa ia telah sibuk, dan bahwa ia telah menjalankan jobs description-nya dengan baik (walau ia gagal menghasilkan output yang optimal !).
Pertanyaannya sekarang adalah apakah bekerja keras, sok sibuk, dan cekatan bekerja merupakan garansi sukses dalam menghasilkan output di mata customer ? Jawabannya : tentu saja tidak !. Walau ia telah bekerja 24 jam pun, jika customer memang merasa output-nya kurang bermutu, maka tetap saja customer tidak akan puas. Customer akan tetap bangga menerima output yang bermutu, walau mungkin ia hanya bekerja dalam 8 jam saja. Dampak negatif paling membahayakan dari jobs description ini adalah munculnya rutinitas dan model orang bekerja laksana robot.

ROLES

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa jobs description menekankan pada pelaksanaan tugas yang telah digariskan, sedangkan roles akan menekankan pada hasil kerja (output).
Untuk itulah maka dalam membuat roles description ini harus dapat menggambarkan 5 pilar berikut :
  1. Identifikasi customer, untuk menghasilkan output yang diharapakan
  2. Output yang dihasilkan merupakan harapan customer
  3. Adanya input dalam sebagai materi untuk menghasilkan output
  4. Memilih supplier yang tepat sebagai pendonor input
  5. Melakukan process yang beorientasi pada optimalisasi output.

Jika dalam jobs description yang di ajarkan pada saat on job training adalah bagaimana dalam menjalankan tugas, maka dalam roles description yang diajarkan adalah bagaimana mengidentifikasi customer, output, input dan supplier. Dengan model roles description ini, maka bawahan (staf / AA) akan bekerja demi terpenuhinya output yang memuaskan customer, dari sebuah input yang bermutu, yang bersumber dari supplier dan dilaksanakan melalui process kerja yang tepat. Roles description juga akan meminimalisir penilaian yang bersifat subyektif dari seorang atasan, mengurangi tipe karyawan yang menjilat atas, menggenjet bawah, dan menyikut samping.

Oke deh, simak ilustrasi sederhana berikut yang memberikan gambaran perbedaan antara jobs description dan roles description.

“Seorang staf office apotek memiliki aktivitas di pagi hari untuk menyajikan teh bagi seluruh karyawan apotek”

Model Jobs Description :
Datang ke apotek, memasak air, membikin teh dalam gelas, dan menyajikan dalam nampan. Begitu ia lakukan secara rutin.

Model Roles Description :
Identifikasi customer penikmat teh (penyuka manis, tawar, pahit, dll), menentukan output sajian teh sesuai harapan karyawan, mencari teh yang disukai karyawan sebagai input yang bermutu, mencari supplier yang mampu menyediakan teh tersebut, dan terakhir process pembuatan teh tersebut menjadi sajian yang istimewa bagi customer.

3 komentar:

  1. Ada pertanyaan menarik yang ditujukan melalui FB saya dari Facebooker Farid Fauzy, kurang lebih seperti ini : " Bagaimana transformasi (peralihan) dari job ke roles tersebut ?"

    Transformasi untuk mengubah dari job menjadi role ini dengan cara menentukan setiap orang dalam organisasi tersebut harus memiliki indikator ukuran sukses kinerjanya (performance indicator). Nah untuk menentukan performance indicator ini basis / landasannya harus sebuah output dalam rangka untuk kepuasan customer, baik internal maupun eksternal. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. Mbak Metha, terima kasih atas kemontarnya...selamat melakukan perubahan dalam jobs. Kami tunggu komentarnya di tema - tema yang lainnya. Sukses untuk anda !

    BalasHapus